SHALAWAT BANI HASYIM

ALLAAHUMMA SHALLI'ALAN-NABIYIL HAASYIMIYYI...MUHAMMADIW WA'ALAA AALIHI WA SALLIM TASLIIMAN....
HANYA JIWA YANG TENANG,MAMPU MENJAGA SEMANGAT HIDUP YANG BERKUWALITAS

Cari Blog Ini

Minggu, 11 April 2010

Sejarah Qadiriyyah dan Naqsyabandiyyah di Indonesia

Sejarah Qadiriyyah dan Naqsyabandiyyah di Indonesia dua di dunia perintah Sufi terbesar, yakni Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah, kedua-duanya jelas diikuti di Indonesia. Tidak diketahui persis bagaimana Qadiriyyah datang ke Indonesia. Syed Naguib al-Attas memberitahukan bahwa Hamza Fansuri dari Barus, Sumatera Utara adalah Qadiri dan, sebagai seorang yang bereputasi, dia berhasil mengumpulkan lingkaran besar murid. Referensi paling awal Indonesia diketahui Syaikh Al-Qadir `Abd al-Jilani, ditemukan dalam puisi Fansuri sendiri, yang tinggal di Aceh pada paruh kedua abad ke-16. Selain itu, prosa Fansuri tertulis Syaikh Sufi terkenal menyebutkan Abu Yazid Bistami, Junayd al-Baghdadi, Mansur al-Hallaj, Jalaluddin Rumi, Ibn Arabi, Jami, Attar, dan beberapa orang lainnya. Penulis Indonesia pertama yang secara tegas mengklaim telah dimulai ke dalam Qadiriyyah terkenal adalah Syaikh Yusuf Makassar (1626-1699). Qadiriyyah gurunya, Muhammad Jilani bin Hasan bin Muhammad al-Hamid, seorang imigran dari Gujarat bersama pamannya Nur al-Din al-Raniri. Di Yaman, Syaikh Yusuf belajar ajaran Naqshabandiyyah dari syekh Arab terkenal, Muhammad `Abd al-Baqi. Sufi lainnya dari Aceh, `Abd al-Rauf al-Sinkili, yang belajar di Madinah pada pertengahan abad 17 di bawah sufi Ahmad al-Qushashi dan Ibrahim al-Qurani, dimana mereka juga daftar sebagai garis guru Qadiriyyah. Lombard menginformasikan kepada kita tentang munculnya tatanan Naqshabandiyyah di kepulauan Indonesia, menunjuk LWC Pernyataan van den Berg, bahwa Dia datang dan aktivitas Naqshabandiyyah di Aceh dan di Bogor (Jawa Barat), dimana dia menyaksikan dzikir Naqsabandiyyah yang dilakukan. Dia kemudian pergi untuk menggambarkan kedatangan Naqshabandiyyah ke daerah Medan, di mana komunitas didirikan di Langkat. Penulis lebih lanjut menyatakan bahwa Syaikh `Abd al-Wahhab Rokan al-Khalidi al-Naqsyabandi memperkenalkan Naqshabandiyyah ke Riau. Setelah menghabiskan dua tahun di Malay Archipelago terlibat dalam perdagangan, ia pergi ke Mekah dan belajar di bawah Syaikh Sulaiman al-Zuhdi. Pada 1854 ia menerima sertifikat dan kembali ke Riau di mana ia akhirnya membangun sebuah desa Naqshbandi disebut Bab al-Salam, "Pintu Damai". Kelebihan dan manfaat dari zikir di Pesantren Suryalaya dapat ditentukan oleh sejumlah besar orang-orang yang telah disembuhkan. Pada abad kesembilan belas, Thariqat Naqshabandiyyah mempunyai cabang di Makkah, dimana menurut Trimingham, salah satu Syaikh Naqshabandiyyah dari Minangkabau (Sumatera Barat) dimulai pada tahun 1845. Dari Mekah itu Thariqat Naqshabandiyyah tersebar ke negara-negara lain termasuk Indonesia melalui jamaah haji setiap tahun. Kedua tariqat yang mapan karena mereka lahir pada abad ke-7 dan ke-8 Hijrah (abad 12th/13th CE). Pembentukan Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah sufi memainkan peranan penting dalam masyarakat Muslim Indonesia, khususnya Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah (tariqat tunggal dengan kedua judul). Pentingnya pesanan ini terletak pada karakter dari Indonesia. Tidak hanya pendirinya Syekh lokal kelahiran Ahmad Khatib Sambas, tetapi perintah itu sendiri terlibat dalam perjuangan melawan Belanda dan terus aktif sebagai gerakan sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan. Sebuah survei sejarah Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah's karena itu berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat Indonesia di abad ini. Thariqat ini adalah khas Indonesia, tidak hanya karena alasan di atas, tetapi karena juga beberapa praktik yang sangat selaras dengan kepercayaan dan budaya masyarakat Indonesia. Selanjutnya, Syaikh Sambas tidak mengajarkan kedua tariqat terpisah tetapi secara gabungan. Termasyhur Pendiri Ordo Lahir di Sambas, Kalimantan Barat, Khatib Sambas menetap di Makkah pada awal abad kesembilan belas, di mana dia tinggal sampai kematiannya pada tahun 1875. Di antara guru-gurunya adalah Syaikh Daud ibn `Abd Allah al-Fatani, seorang ulama besar Islam yang juga tinggal di Makkah, Syaikh Muhammad Arshad al-Banjari, dan Syaikh` Abd al-Samad al-Palimbani. Menurut Naquib al-Attas, Khatib Sambas adalah Syaikh Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah dari. Hurgronje menyebutkan bahwa ia adalah salah satu guru Nawawi al-Bantani, yang mahir dalam berbagai cabang pengetahuan Islam. Zamakhsyari Dhofier telah menunjukkan peran penting Syaikh Sambas dalam silsilah intelektual dari syekh terkemuka Jawa dan berperan penting dalam penyebaran Islam di seluruh Indonesia dan dunia Malaysia pada paruh kedua abad kesembilan belas. Kunci usaha ini adalah pekerjaan Syaikh Sambas 'Fath al-'Arifin (Kemenangan dari Gnostik), yang menjadi salah satu karya paling signifikan pada praktek Sufi di dunia Malay, Mustafa inisiasi (teluk `a), mengingat Allah ( dzikir), meditasi (muraqaba) dan keturunan (silsila) dari Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah. Murid-murid dari Syaikh Mulia Pribumi terutama Jawa dan Madura, murid dari Syaikh diteruskan ajarannya sekembalinya mereka dari Mekah. Dikatakan bahwa Syaikh Sambas, di samping mengembangkan ulama Indonesia yang paling berpengaruh, dan juga banyak melahirkan ulama dalam fiqh (yurisprudensi Islam) dan tafsir (Alquran komentar), seperti al-Syaikh `Abd Karim Banten, penggantinya . Dikenal sebagai "Sultan Syaikh", Abd al-Karim mendorong pemberontakan melawan Belanda pada tahun 1888 dan kemudian meninggalkan Banten untuk Mekah untuk berhasil Syaikh Khatib Sambas. Sebagian besar penulis Eropa secara radikal keliru dalam menyatakan bahwa ulama Indonesia 'adalah umumnya memusuhi sufi. Pentingnya Syekh Sambas sebagai seorang sarjana harus ditekankan di sini sebagai mayoritas penulis Eropa secara radikal keliru dalam menyatakan bahwa ulama `umumnya bermusuhan dengan sufi. Di antara murid terkemuka dari Syaikh Sambas seseorang dapat menunjuk ulama seperti Syaikh Tolhah dari Cirebon (Jawa Barat) dan Syaikh Ahmad Hasbullah ibn Muhammad dari Madura (Jawa Timur), keduanya tinggal di Mekah. Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah menarik banyak murid Indonesia, khususnya di Madura, Banten dan Cirebon, dan pada akhir abad ke-19 telah menjadi yang paling populer. Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah tersebar luas melalui Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei, dan Darussalam. Setelah Syaikh Ahmad Khatib Sambas Pada 1970, ada empat penting Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah pusat berlokasi di Jawa: Rejoso (Jombang) di bawah Syaikh Romly Tamim, Mranggen (dekat Semarang) di bawah Syaikh Muslikh; Suryalaya (Tasikmalaya) dengan Syaikh Ahmad Sahib al Wafa 'Taj al-` Arifin (Abah Anom) sebagai kepalanya, dan Pagentongan (Bogor), di bawah bimbingan Syaikh Thohir Falak. Rejoso mewakili garis Ahmad Hasbullah, Suryalaya garis Syaikh Tolhah dan yang lainnya bahwa Syaikh Al-`Abd Karim Banten dan khalifas nya. Dalam beberapa kasus ajaran Thariqat telah, dari waktu ke waktu, telah disampaikan melalui ceramah umum di masjid dan selama pertemuan informal di rumah-rumah dari berbagai individu. Jadi tidaklah mengherankan bahwa selama periode wacana tidak cermat dicatat. Namun, dalam Abah Anom, ajaran-ajaran yang telah digariskan dalam sebuah buku berjudul Miftah al-Sudur, "Kunci Hati". Tujuan buku ini adalah untuk menyampaikan teori dan praktek Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah untuk mencapai ketenangan dalam kehidupan duniawi dan kemenangan di akhirat. Lainnya karya kontemporer itu termasuk 'Uqud al-Juman, al-Akhlaq al-Karimah dan Ibadah sebagai Metoda Pembinaan Korban Penyalahgunaan Narkotika Dan Kenakalan Remaja (Ibadah sebagai Metode Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkotika dan kenakalan remaja). Peranan Thariqat dalam Reformasi Sosial Mawlana Syaikh Muhammad Nazim Adil telah menyatakan bahwa di samping terorisme, masalah terbesar umat manusia kedua-khususnya untuk pemuda-adalah obat (Majalah Islam, Spring 1999). Masalah sosial tidak terbatas pada negara-negara Barat namun sayangnya terpengaruh pemuda di seluruh dunia. Walaupun jumlah korban narkoba di negara-negara Asia tidak sebesar seperti yang di Barat, masalah cukup serius bagi Mbah Anom untuk mendirikan Pondok Inabah ", sebuah pusat rehabilitasi narkoba yang mempekerjakan aspek penyembuhan dari dzikir. metodologi Mbah Anom pernah dikembangkan sebagai hasil dari keyakinannya dalam pengalaman praktis dari sufi dan keyakinannya bahwa Allah zikir berisi pencerahan, karakteristik khusus dan rahasia yang dapat mengobati muslim yang mempercayainya. Keyakinan ini didasarkan pada berkata Allah: "Ingat saya, saya akan mengingat Anda," yang berarti "Bila Anda ingat Aku, tirai lengah akan dihapus dari Anda, dan Anda kemudian akan menjadi salah ingat dan yang diberikan bantuan." kelebihan dan manfaat dari zikir di Pesantren Suryalaya dapat ditentukan oleh sejumlah besar orang-orang yang telah disembuhkan. Thariqat tetap aktif sebagai sosio-religius gerakan dan lembaga pendidikan. Sebuah studi ilmiah terhadap metodologi Mbah Anom pernah dilakukan oleh Dr Emo Kastomo pada tahun 1989. Selama delapan tahun, evaluasi itu termasuk seleksi acak dari 5.925 pasien di 10 Pondok Inabah. Dari jumlah tersebut, ia menemukan 5.426 orang sembuh, 212 masih mengalami proses penyembuhan, dan 7 orang pasien meninggal dunia. Peranan Thariqat dalam Politik Yang pertama dari tiga pemberontakan Indonesia yang melibatkan para pengikut Thariqat Qadiriyyah wa Nashbandiyya melihat keterlibatan banyak syekh dan hajjis dalam pemberontakan Banten Juli 1888. Hal ini melaporkan bahwa sementara Syaikh `Abd al-Karim Banten tampaknya tidak tertarik dalam kegiatan politik, khalifah nya, Hajji Marzuki jauh lebih reformis-minded dan didominasi anti-Belanda. Walaupun Thariqat bukanlah pemain utama dalam pemberontakan itu, Belanda khawatir tentang pengaruhnya, dan banyak dari mereka percaya bahwa sufi pada umumnya, dan khususnya Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah merupakan organisasi rahasia yang mempunyai tujuan untuk menggulingkan kolonial kekuasaan. Pemberontakan kedua fomented oleh suku Sasak, pengikut Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah Syaikh Guru Bangkol. Belanda mempertimbangkan bahwa Thariqat merupakan faktor penting dalam pemberontakan-pemberontakan. Meskipun penasehat Belanda Snouck Hurgronje menasihati bahwa itu adalah berlebihan untuk percaya bahwa tariqat adalah ancaman politik kepada Belanda, pendapatnya tidak memeluk sampai Sarekat Islam, sebuah organisasi politik yang mapan, muncul pada tahun 1911. Saat ini di Jawa, tiga cabang terbesar Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah-Rejoso, Mranggen, dan Suryalaya, masing-masing menegakkan kebijakan yang berbeda dalam hal afiliasi politik, dengan beberapa lebih aktif selaras dengan partai yang berkuasa di Indonesia politik. Sekarang tariqat Negara Indonesia Pada tahun 1957, "Jam` iyya Ahl Thariqah Mu `tabaroh" didirikan oleh Nahdlatul Ulama, saat ini partai berkuasa di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menyatukan semua kekuatan Thariqat dan memelihara silsila (rantai otoritas) yang berasal dari Nabi Muhammad (s). The Jam `iyya mempertahankan ajaran-ajaran tasawwuf dari 45 tariqas sanksi Pada tahun 1975, Syaikh Pasti `di Romly dari Rejoso diangkat sebagai ketuanya dari Jam` iyya. Namun, pada tahun 1979 ketika afiliasi berubah dari Partai Persatuan Pembangunan (Pengembangan Partai Serikat Islam, yang sebagian besar `ulama NU berafiliasi) untuk Golongan Karya (Partai politik mantan penguasa), para Ulama mendirikan" Jam `iyyah Ahl al- Thariqah Mu "` al-Nahdliyyah tabaroh. Ketua sekarang dari Jam `iyyah, Syaikh Haji Dr Idham Khalid, memiliki kesempatan untuk menyambut Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani selama kunjungannya ke Indonesia pada bulan Desember 1997. Silsilah QADIRIYYAH NAQSYABANDIYYAH Pondok Suryalaya TARIQAH PESANTREN Silsilah Mursyid TQN Allah s.w.t Jibril a.s Rasulullah Muhammad s.a.w 

RANTAI DARI GOLDEN QADIRIYYAH ==================== 

Ali k.w.h Hussayn r.a Zayn Al Abidin Muhammad Baqir Ja'far Shadiq Musa al-Kazhimi Abu al-Hasan Ali ibn Musa Ma'ruf al-Karkhi Sarri Saqathi Abu al-Qasim al-Baghdadi al-Juanydi Abu Bakar Syibli Dilfi Faddl Abu Abd. Wahid di Tamimi Abu al Faraj di Thusy Abu al Hasan Ali ibn Yusuf al-Qirsyi Abu Said bin Ali al Mazhumi Azhom Awliya Syeikh Sultanul Ghautsul 'Abdul Qadir al Jaylani Abdul Aziz Muhmmad al Hattak Syamsyuddin Syarafuddin Nuruddin Waliyuddin Hisyamuddin Yahya Abu Bakar Abdur Rahman Utsman Abdul Fatah Muhammad Murad Syamsuddin Ahmad Khatib as-Sambasi Thalhah Tholabuddin Abdullah bin Mubarak Nur Muhammad (Sepuh Abaha) Syeikh Ahmad shahibul Wafa 'Tajul Arifin (Abah Anom) 


RANTAI DARI GOLDEN NAQSYABANDIYYAH ============================= 

Abu Bakar ash Shiddiq Salman al Farisi Qasim b. Muhammad b. Abi Bakar Ja'far Shadiq Bayazid Tayfur al Bistami Abu'l Hasan AlKharqani Abu Ali farmadi Abu Yususf Hamdani Abdul Khaliq Ghujdawani Muhammad Arif Riwagiri Mahmud Abdulkhayr Faghnawi Azizan Ali Ramitani Muhammad Baba Sammasi Amir Kuallal Ariffin Shah Sultanul Syeikh Muhammad Bahaudin al Uwaysi Ala'uddin Muhammad Attar Ya'kub Harqi Nashruddin Ubaydillah Ahrar Muhammad Zahidi Darwis muhammad Baqi Billah Imam Rabbani Ahmad Faruqi Sirhindi Muhammad Ma'shum srihindi Muhmmad Arif Safruddin Muhammad Nur Badawu Syamsuddin Habibullah Januari saya Janan Abdullah Dihlawi iklan Abu Said Al Ahmadi Ahmad Said M. Jan Al Makkiy Khalid Hilmi Ahmad Khatib as-Sambasi Thalhah Kalisapu Cirebon Abdullah bin Mubarak Nur Muhammad (Sepuh Abaha) Maulana Syeikh Ahmad shahibul Wafa 'Tajul Arifin (Abah Anom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar