SHALAWAT BANI HASYIM

ALLAAHUMMA SHALLI'ALAN-NABIYIL HAASYIMIYYI...MUHAMMADIW WA'ALAA AALIHI WA SALLIM TASLIIMAN....
HANYA JIWA YANG TENANG,MAMPU MENJAGA SEMANGAT HIDUP YANG BERKUWALITAS

Cari Blog Ini

Minggu, 11 April 2010

SYEICH ABDUL QADIR AL JAELANI,QS


Syeikh Abdul Qadir Jaelani

Syekh Abdul Qodir al Jaelani (bernama lengkap Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al Jaelani). Lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani atau juga al Jiliydan. Biografi beliau dimuat dalam Kitab الذيل على طبق الحنابلة Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali. Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.

Masa Muda

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra’ dan juga Abu Sa’ad al Muharrimi. Belaiu menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa’ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.

Murid-Murid

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqh terkenal al Mughni.

Perkataan Ulama tentang Beliau

Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin Nubala XX/442).
Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, ”Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”
Beliau adalah seorang yang berilmu, beraqidah Ahlu Sunnah, dan mengikuti jalan Salaf al Shalih. Belaiau dikenal pula banyak memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, tariqah (tarekat/jalan) yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Di antaranya dapat diketahui dari pendapat Imam Ibnu Rajab.

Tentang Karamahnya

Syeikh Abdul Qadir al Jaelani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang bernama al Muqri’ Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri' lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).
"Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah."
Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja’far al Adfwi (nama lengkapnya Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi’i. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.).

Karya

Imam Ibnu Rajab juga berkata, ”Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah."
Karya beliau, antara lain :
  1. al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
  2. Futuhul Ghaib.
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.

Beberapa Ajaran Beliau

Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”
Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.
Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) didalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)
Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a’lam bishshawwab.

Awal Kemasyhuran

Al-Jaba’i berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani pernah berkata kepadanya, “Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu 'anhum]].
Kemudian, Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasulullah SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, "anakku, mengapa engkau tidak berbicara?". Aku menjawab, "Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?". Ia berkata, "buka mulutmu". Lalu, beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik”. Setelah itu, aku shalat dzuhur dan duduk serta mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, "buka mulutmu". Ia lalu meniup 6 kali ke dalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasulullah SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLlah SAW. Kemudian, aku berkata, "Pikiran, sang penyelam yang mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat”. Ia kemudian menyitir, "Dan untuk wanita seperti Laila, seorang pria dapat membunuh dirinya dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis."
Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir al Jaelani berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, "kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut, "Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.
Aku pun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.

Beberapa Kejadian Penting

Suatu ketika, saat aku berceramah aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku. "Apa ini dan ada apa?" tanyaku. "Rasulullah SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat" jawab sebuah suara. Sinar tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu, aku melihat RasuLullah SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, "Wahai Abdul Qadir". Begitu gembiranya aku dengan kedatangan Rasulullah SAW, aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Ia meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. "Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah SAW?" tanyaku kepadanya. "Sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW" jawab beliau.
Rasulullah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. "apa ini?" tanyaku. "Ini" jawab Rasulullah, "adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian". Setelah itu, aku pun tercerahkan dan mulai berceramah.
Saat Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan dikatakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku, "Engkau tidak akan sabar kepadaku", aku akan berkata kepadamu, "Engkau tidak akan sabar kepadaku". "Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini ar Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.”
Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas al Khidir as lewat dan aku pun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.

Hubungan Guru dan Murid

Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir al Jilli berkata, ”Seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
  1. Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
  2. Dua karakter dari Rasulullah SAW yaitu penyayang dan lembut.
  3. Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
  4. Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar.
  5. Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
  6. Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan:
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syaikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. Selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemahlembutan dalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang murid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai’at bersumber dari hadits Rasulullah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.
Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. bertanya kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi-Nya. Rasulullah berkata, "Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)". Kemudian, Ali ra. kembali berkata, "Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir". Rasulullah berkata, "Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan 'Allah', 'Allah'. "Bagaimana aku berzikir?" tanya Ali. Rasulullah bersabda, "Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula". Lalu, Rasulullah berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara keras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.
Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut”.
Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).

Lain-Lain

Kesimpulannya beliau adalah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan disisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah ( perantara ) dalam do’a mereka, berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan orang yang meninggal sebagai perantara, maka tidak ada syari’atnya dan ini diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo’a kepada selain Allah. "Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya disamping (menyembah ) Allah. ( QS. Al-Jin : 18 )"
Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari’ah. Akhirnya mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita sehingga tidak tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.
Syeikh Abdul Qadir Jaelani juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.

SYEICH BAHAUDIN NAQSYBANDI

Mawlana Syekh Bahaudin Naqsyband, Imam at Tariqah (semoga Allah swt mensucikan jiwanya) mengikuti jalan yang shaleh, terutama dalam hal tata cara makannya. Beliau mengambil segala jenis pencegahan sehubungan dengan makanannya. Beliau hanya mau makan dari barley yang ditanamnya sendiri. Beliau akan memanennya, menggilingnya, membuat adonan, menanak dan memanggangnya dengan tangannya sendiri. Semua ulama dan para pencari di masanya membuat jalan mereka menuju rumahnya, agar bisa makan di mejanya dan mendapatkan berkah dari makanannya. Syekh Naqshbandi mencapai suatu kesempurnaan dalam hal penghematan. Pada musim dingin, beliau hanya meletakkan selembar karpet tua di lantai rumahnya dan ini tidak memberi perlindungan dari udara dingin yang menusuk. Pada musim panas beliau meletakkan tikar yang sangat tipis di lantai. Beliau mencintai orang yang miskin dan membutuhkan. Beliau mendorong para pengikutnya untuk mencari nafkah dengan cara yang halal, yaitu dengan membanting tulang. Beliau mendorong mereka untuk membagikan uangnya kepada fakir miskin. Beliau memasak untuk fakir miskin dan mengundang mereka untuk makan bersama. Beliau melayani mereka dengan tangannya sendiri yang suci dan mendorong mereka agar tetap berada di Hadirat Allah. Jika salah seorang di antara mereka memasukkan makanan ke dalam mulutnya dengan cara yang tidak baik, beliau akan menegurnya, melalui pandangan spiritualnya terhadap apa yang telah mereka lakukan dan mendorong mereka untuk tetap ingat kepada Allah swt ketika sedang makan. Beliau mengajarkan, “Salah satu pintu yang paling penting menuju ke Hadirat Allah adalah makan dengan Kesadaran. Makanan memberikan kekuatan bagi tubuh, dan makan dengan kesadaran memberikan kesucian bagi tubuh.” Suatu saat beliau diundang ke sebuah kota bernama Ghaziat di mana salah seorang muridnya telah menyiapkan makanan baginya. Ketika mereka duduk untuk makan, beliau tidak menyentuh makanannya. Tuan rumah menjadi terkejut. Syekh Naqsyband berkata, “Wahai anakku, aku ingin tahu bagaimana engkau menyiapkan makanan ini. Sejak engkau membuat adonan dan memasaknya sampai engkau menyajikannya, engkau berada dalam keadaan marah. Makanan in bercampur dengan kemarahan itu. Jika kita memakan makanan itu, setan akan menemukan jalan untuk masuk melaluinya dan menyebarkan seluruh sifat buruknya ke seluruh tubuh kita.” Di waktu yang lain beliau diundang ke kota Herat oleh rajanya, Raja Hussain. Raja Hussain sangat senang dengan kunjungan Syekh Naqsyband dan memberikan pesta besar baginya. Raja mengundang semua mentrinya, Syekh-Syekh dari kerajaannya dan seluruh tokoh terhormat. Beliau berkata, “Makanlah makanan ini. Ini adalah makanan yang murni, yang dibuat dari uang yang halal yang kudapat dari warisan ayahku.” Semua orang makan kecuali Syekh Naqsyband. Hal ituy mendorong Syekh ul-Islam pada saat itu, Qutb ad-din, untuk bertanya, “Wahai Syekh kami, mengapa engkau tidak makan?“ Syekh Naqsyband berkata, “Aku mempunyai seorang hakim tempat aku berkonsultasi. Aku bertanya kepadanya dan hakim itu berkata kepadaku, ‘Wahai anakku, mengenai makanan ini terdapat dua kemungkinan. Jika makanan ini tidak halal dan engkau tidak makan, bila engkau ditanya engkau dapat mengatakan, aku datang ke meja seorang raja tetapi aku tidak makan. Maka engkau akan selamat, karena engkau tidak makan. Tetapi bila engkau makan dan engkau ditanya, maka apa yang akan kau katakan? Maka engkau tidak akan selamat.” Pada saat itu, Qutb ad-Din begitu terkesan dengan kata-kata ini dan tubuhnya mulai bergetar. Beliau harus meminta izin kepada raja untuk menghentikan makannya. Raja sangat heran dan bertanya, “Apa yang harus kita lakukan dengan semua makanan ini?” Syekh Naqsyband berkata, “Jika ada keraguan mengenai kesucian makanan ini, lebih baik berikan kepada fakir miskin. Kebutuhan mereka akan makanan akan membuatnya halal bagi mereka. Jika seperti yang engkau katakan, makanan ini halal, maka akan lebih banyak lagi berkah dalam pemberian makanan ini sebagai sedekah kepadaereka yang membutuhkan daripada menjamu orang-orang yang tidak benar-benar membutuhkannya.” Sebagian besar hari-harinya dijalani dengan berpuasa. Jika seorang tamu mendatanginya dan beliau mempunyai sesuatu yang bisa ditawarkan kepadanya, maka beliau akan duduk menemaninya, membatalkan puasanya dan makan bersamanya. Beliau berkata kepada para pengikutnya bahwa para Sahabat Rasulullah SAW biasa melakukan hal yang sama. Syekh Abul Hasan al-Kharqani qs berkata dalam bukunya “Prinsip-Prinsip Thariqat dan Prinsip-Prinsip dalam Meraih Makrifat”; Jagalah keharmonisan dengan para sahabat, tetapi tidak dalam berbuat dosa. Ini berarti bahwa jika engkau sedang berpuasa, lalu ada seseorang yang berkunjung sebagai teman, maka engkau harus duduk bersamanya dan makan bersamanya demi menjaga adab dalam berteman dengannya. Salah satu prinsip dalam puasa, atau ibadah lainnya adalah menyembunyikan apa yang dilakukan oleh seseorang. Jika seseorang membukanya, misalnya dengan berkata kepada tamunya bahwa dia sedang berpuasa, maka kebanggaan bisa masuk ke dalam dirinya sehingga menghancurkan puasanya. Inilah alasan di balik prinsip tersebut. Suatu hari beliau diberikan seekor ikan yang telah dimasak sebagai hadiah. Di sekitarnya terdapat banyak orang miskin, di antara mereka terdapat seorang anak yang sangat shaleh dan sedang berpuasa. Syekh Naqsyband memberikan ikan itu kepada orang-orang miskin dan mengatakan kepada mereka, “Silakan duduk dan makan.” Demikian pula kepada anak yang sedang berpuasa itu, “Duduk dan makanlah.” Anak itu menolak. Beliau berkata lagi, “Batalkan puasamu dan makanlah.” Lagi-lagi anak itu menolak. Beliau bertanya kepadanya, “Bagaimana jika aku memberimu salah satu di antara hari-hariku di bulan Ramadhan? Maukah engkau duduk dan makan?” Sekali lagi dia menolak. Beliau berkata kepadanya, “Bagaimana jika aku memberimu seluruh Ramadhanku?” Namun masih saja dia menolak. Beliau berkata, ”Bayazid al-Bistami pernah suatu kali dibebani orang sepertimu. Sejak saat itu anak itu terlihat berpaling untuk mengejar kehidupan duniawi. Dia tidak pernah berpuasa dan tidak pernah beribadah lagi.”

SYEICH ABUYA MUDA WALY


Perjalanan Abuya Muda Waly Setelah beberapa tahun belajar di Bustanul Huda, beliau mengungkapkan niatnya untuk melanjutkan pendidikannya kepesantren di Aceh Besar kepada ayahnya, Syekh H.Muhammad Salim. Ayah beliau sangat senang mendengarkan niat beliau. Apalagi Syekh H.Muhammad Salim telah mengetahui bahwa putranya ini telah menamatkan kitab-kitab agama yang dipelajari di Pesantren Bustanul Huda.

Sebagai bekal dalam perjalanan beliau dari Labuhan Haji, ayahanda beliau memberikan sebuah kalung emas yang lain merupakan milik kakak kandung Syekh Muda Waly, yaitu Ummi Kalsum. Beliau diantar oleh ayahanda beliau dari desanya sampai ke kecamatan Manggeng. Setelah sampai ke Manggeng, ayahanda beliau berkata”Biarkan aku antarkan engkau sampai ke Blang Pidie”. Sesampainya di Blang Pidie, Syekh Muhammad Salim berkata kepada putranya, Syekh Muda Waly”biarkan aku antarkan engkau sampai ke Lama Inong”. Pada kali yang ketiga ini Syekh Muda Waly merasa keberatan, karena seolah olah beliau seperti tidak rela melepaskan anaknya merantau jauh untuk menuntut ilmu. Syekh Muda Waly berangkat ke Aceh Besar ditemani seorang temannya yang juga merupakan tamatan dari pesantren Busranul Huda, namanya Teungku Salim, beliau merupakan seorang yang cerdas dan mampu membaca kitab-kitab agama dengan cepat dan lancar


Sesampainya di Banda Aceh, beliau berniat memasuki Pesantren di Krueng Kale yang dipimpin oleh Syekh H.Hasan Krueng Kale,ayahanda dari Syekh H.Marhaban, menteri muda pertanian Indonesia para masa Sukarno. Beliau sampai di Pesantren Krueng kale pada pagi hari, pada saat syekh Hasan Krueng Kale sedang mengajar kitab-kitab agama. Dianatar kiatabynag dibacakan adalah kitab Jauhar Maknun. Syekh Muda Waly mengikuti pengajian tersebut. Sebelum Dhuhur selesailah pembacaan kitab tersebut, dengan kalimat terkhit Wa huwa hasbi wa ni`mal wakil. Setelah selesai pengajian Syekh Muda Waly merasa bahwa syarahan syarahan yangdiberikan oleh Syekh Hasan Krueng Kaletidak lebihdari pengetahuan yang beliau miliki dan apabial beliau membacakan kitab tersebut maka beliau juag akan sanggup menjelaskan seperti syarahann yang dipaparkan oleh Syekh Hasan Basri. Walaupun demikian beliau tetang menganggap Syekh Hasan KruengKale sebagai guru beliau . Bagi Syekh Muda Waly, cukuplah sebagai bukti kebesaran Syekh Hasan Krueng Kale, apabila guru beliau Syekh Mahmud Blang Pidie adalah seorang alumnus Pesantren Kuerng Kale. Syekh Muda Waly hanya satu hari di Pesantren krueng Kale. Beliau bersama Tengku Salim mencari pesantren lain untuk menambah ilmu. Akhirnya merekapun berpisah. Pada saat itu ada seorang ulama lain di Banda Aceh yaitu Syekh Hasballah Indrapuri, beliau memiliki sebuah Dayah di Indrapuri. pesantren ini lebih menonjol dalam ilmu Al-Qur an yang berkaitan dengan qiraat dan lainnya. Syekh Muda Waly merasakan bahwa pengetahuan beliau tentang ilmu Al –Quran masih kurang. inilah yang mendorong beliau untuk memasuki Pesantren Indrapuri. Pesantren Indrapuri tersebut dalam simtem belajar sudah mempergunakan bangku, satu hal yang baru untuk kala itu. Pada saat mengikuti pelajaran, kebetulan ada seorang guru yang membacakan kitab-kitan kuning, Syekh Muda Waly tunjuk tangan dan mengatakan bahwa ada kesalahan pada bacaan dan syarahannya, maka beliau meluruskan bacaan yang benar beserta syarahannya. Dari situlah Ustad dan murid-murid kelas itu mulai mengenal anak muda yang baru datang kepesantren itu dan memiliki pengetahuan yang luas. Maka ustad tersebut mengajak beliau kerumahnya dan memerintahkan kepada pengurus pesantren untuk mempersiapakan asrama temapat tinggal untuk beliau, kebetulan sekali pada saat itu perbekalan yang dibawa Syekh Muda Waly sudah habis, maka dengan adanya sambutan dari pengurus pesantren tersebut beliau tidak susah lagi memikirkan belanja.


Pimpinan Pesantren Indrapuri tersebut, Teungku Syekh Hasballah Indrapuri sepakat untuk mengangkat Syekh Muda Waly sebagai salah satu guru senior di Pesantren tersebut. Semenjak saat itu Syekh muda Waly mengajar di pesantren tersebut tanpa mengenal waktu. Pagi, siangso, sore dan malam semua waktunya dihabiskan untuk mengajar. Tinggallah sisa waktu luang hanya antara jam dua malam sampai subuh. Waktu waktu itupun tetap diminta oleh sebagian santri untuk mengajar. Selama tiga bulan beliau mengajar di Dayah tersebut. Karena padatnya jadwal beliau dan beliau kelihatan kurus, tetapi alhamdulillah walaupun demikian beliau tidak sakit.


Setelah sekian lamanya di Pesantren Indrapuri, datanglah tawaran dari salah seorang pemimpin masyarakat yaitu Teuku Hasan Glumpang payung kepada Syekh Muda Waly untuk belajar ke sebuah perguruan di Padang, Normal Islam School yang didirikan oleh seorang ulama tamatan Al-Azhar, Mesir Ustad Mahmud Yunus. Teuku Hasan tersebut setelah memperhatikan pribadi syekh Muda Waly,timbullah niat dalam hatinya bahwa pemuda ini perlu dikirim ke Al-Azhar, Mesir. Tetapi karena di Sumatra Barat sudah terkenal ada seorang Ulama yang telah menamatkan pendidikannya di Al Azhar dan Darul Ulum di Cairo, Mesir yang bernama Ustad Mamud Yunus yag telah mendirikan sebuah perguruan di Padang yang bernama Normal Islam School yang sudah terkenal kala itu melebihi perguruan perguruan sebelumnya seperti Sumatra Thawalib. Oleh sebab itu Teuku Hasan mengirimkan Syekh Muda Waly ke pesantren tersebut sebagai jenjang atau pendahuluan sebelum melanjutkanke al Azhar.


Berangkatlah Syekh Muda Waly menuju Sumatra barat dengan kapal laut.Beliau sama sekali tidak mengetahui tentang Sumatra Barat sedikit pun,dimana letak Normal Islam School dan kemana beliau harus singgah.tiba tiba saja ada seorang penumpang yang telah lama memperhatikan tingkah laku dan gerak gerik Syekh Muda Waly selama di kapal ,bersedia membantu Syekh Muda Waly untuk bisa sampai ketempat yang beliau tuju.


Setelah sampai di Normal Islambeliau segera mendaftarkandiri di Sekolah tersebut. Lebih kurang tiga bulan beliau di Normal Islam dan akhirnya beliau mengundurkan diri dan keluar dengan hormat dari Lembaga pendidikan tersebut.Hal ini beliau lakukan dengan beberapa alasan :

1.Cita-cita melanjutkan pendidikan kemana saja termasuk ke Normal Islam dengan tujuan memperdalm ilmu agama,karena cita-cita beliau mudah-mudahan beliau menjadi seorang ulama sperti ulama ulam besar lainnya.Tetapi rupanya ilmu agama yangdiajarkan di normal Islam amat sedikit.Sehingga seolah olah para pelajar disitu sudah dicukupkan ilmu agamanya dengan ilmu yang didapati sebelum memasuki pesantren tersebut.

2.Di normal Islam pelajaran umum lebih banyak diajrakan ketimbang pelajaran agama.Disana diajarkan ilmu matematika,kimia,biologi,ekonomi,ilmu falak,sejarah Indonesia,bahasa inggris.bahasa belanda,ilmu khat dan pelajaran olahraga.

3. Di normal Islam beliau harus menyesuaikan diri dengan peraturan peraturan di lembaga tersebut,Di situ para pelajar diwajibkan memakai celana ,memakai dasi,ikut olah raga disamping juga mengikuti pelajaran umum diatas.Menurut hemat Syekh Muda Waly,kalau begini,lebih baik beliau pulang ke Aceh mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki daripada menghabiskan waktu dan usia di Sumatra Barat.



Setelah beliau keluar dari Normal Islam,beliau bertemu dengan salah seorang pelajar yang juga berasal dari Aceh dan sudah lama di Padang yaitu Ismail Ya`qub,penerjemah Ihya `ulumuddin .Bapak Ismail Ya`qub menyampaikan kepada Syekh Muda Waly supaya jangan cepat cepat pulang ke Aceh,tetapi menetaplah dulu di Padang,barangkali ada manfaatnya.

Pada suatu sore beliau mampir untuk berjamaah maghrib di sebuah surau yaitu di Surau Kampung Jao.Setelah shalat maghrib kebiasaan disurau itu diadakan pengajian dan seorang ustaz mengajar dengan membaca kitab berhadapan dengan para jamaah.rupanya apa yang di baca oleh ustaz itu beserta syarahan yang di sampaikan menurut Syekh Muda Waly tidak tepat,maka beliau membetulkan.sehingga ustaz itu dapat menerima.sedangkan jamaah para hadirin bertanya-tanya tentang anak muda yang berani bertanya dan membetulkan pendapat ustaz itu.

Akhirnya para jamaah beserta ustaz tersebut meminta beliau supaya datang kesurau itu untuk menjadi imam solat dan mengajarkan ilmu agama . Begitulah dari hari ke hari,ayahku mulai dikenal dari satu surau ke surau yang lain , dan dari satu mesjid ke mesjid yang lain. Apalagi beliau bukan orang padang, tetapi dari daerah Aceh dan nama Aceh sangat harum dalam pandangan ummat islam Sumatra barat. Dan yang lebih mengagumkan lagi ialah kemahiran beliau dalam ilmi fiqh, tasawwuf, nahu dan lain. Barulah sejak itu beliau dipangil oleh masyarakat dengan Angku Mudo atau Angku Aceh.

Pada masa itu pula sedang hangat-hangatnya di Sumatra Barat tentang masalah- masalah keagamaan yang sifatnya adalah sunat-sunat’ seperti masalah usalli,masalah hisab dalam memulai puasa Ramadan,hari raya ‘Id al –fitr dan lain lain.Terjadilah perdebatan antara kelompok kaum tua dengan kelompok kaum muda.

Syekh Muda Waly berasal dari Aceh dalam kelahiran,dan pendidikannyai,tentu saja berpendirian dalam semua masalah masalah itu seperti pendirian para ulama Aceh sejak zaman dahulu,karena semua ulama Aceh khususnya dalam bidang syari’at dan fiqh islam tidak ada bertentangan antara yang satu dengan yang lain.Apalagi ulama ulama Aceh zaman dahulu seperti syeikh Nuruddin al-Raniri,Syeikh Abdul Rauf al-fansuri al-singkili [Syiahkuala],Ssyeikh Hamzah Fansuri,Syekh Syamsuddin Sumatrani dan lain lain.Semuanya bermazhab Syafi`I dan antara mereka tidak terjadi pertentangaan dalam syari``at dan fiqh Islam kecuali hamya perbedaan pendapat dalam masalah tauhid yang pelikdan sangat mendalam ,yaitu masalah Wahdah al-Wujud,juga masalah hukum Islam yang berkaitan dengan politik,seperti masalah wanita menjadi raja.

Karena itulah maka semua masalah masalah kecil di atas sangat dikuasai oleh Syekh Muda Waly dalil dalil hukum dan alasan alasannya ,al Qur’an dan hadist ,dan juga dari kitab kitab kuning. Karena itulah ,maka terkenallah beliau di kota padang dan mulai dikenal pula oleh seorang ulama besar di kota padang itu,yaitu syeikh Haji Khatib Ali,ayahandanya Prof.Drs.H. Amura.Syeikh Khatib Ali ulama besar ahli al-sunnah wa al-jama’ah dipadang .Murid daripada Syeikh Ahmad Khatib di Mekkah Al- Mukarramah.beliu mendapat ijazah ilmu agama dari Syeikh Ahmad Khatib dan mendapat pula ijazah Tariqat Naqsyabandiyah daripada Syeikh Ustman Fauzi Jabal Qubais Mekkah al-mukarramah.Yang menjadikan beliu terkenal di padang karena kegigihannya mempertankan `aqidah ahli al-sunnah wa al-jama`ah dan mazhab syafi`i, di samping pula beliu adalah menantu seorang ulama besar dalam ilmu syari`at dan tariqat,yaitu Syeikh sa`ad Mungka. Syeikh sa`ad Mungka .Syekh Khatib Ali sangat tertarik kepada Syekh muda Waly sehingga beliau menjodohkan Syekh Muda Waly dengan seorang family beliau yaitu Hajjah Rasimah,yang akhirnya melahirkan Syekh prof.Muhibbuddin Waly.Sejak itulah kemasyhuran Syekh Muda Wali semakin meningkat dan terus ditarik oleh ulama-ulama besar lainnya dalam kelompok para ulama kaum tua,tetapi beliau secara tidak langsung juga mengambil hal-hal hal yang baik dari ulama-ulama lainnya, seperti orahg tuanya Buya Hamka,Haji rasul.

Kemudian Syekh Muda waly juga berkenalan dengan Syekh Muhammad Jamil Jaho. Maka beliau mengikuti pengajian yang diberikan oleh Ulama besar Padang tersebut. Hubungan beliau dengan Syekh Muda Waliy pada mulanya hanya sekadar guru dan murid. Syekh Jamil Jaho adalah seorang Ulama Minangkabau,murid Syekh Ahmad Khatib. Beliau diakui kealimannya oleh ulama lainnya terutama dalam ilmu bahasa arab. Di Pesantren jaho itulah Syekh Muhammad Jamil Jaho mengumpulkan murid muridnya yang pintar untuk mencoba pengetahuan Syekh Muda Waly pada lahiriyahnya mereka seperti mengaji pada Syekh Muda Waly tapi pada hakikatnya adalah untuk menguji dan mencoba Syekh Muda Waly dengan berbagai ilmu alat. Rupanya semua debatan tersebut dapat dijawab oleh Syekh Muda Waly. Dari situlah, Syekh Muda Waly semakin terkenal dikalangan para ulama Minangkabau. Akhirnya Syekh Muda Waly dinikahkan dengan putri Syekh Muhammada Jamil Jaho yaitu dengan seorang putrinya yang juga alim, Hajjah Rabi`ah yang akhirnya melahirkan Syekh H.Mawardi Waly. Akhirnya syekh Muda Waly menempati rumah pemberian paman istri beliau yang pertama, Hajjah Rasimah. Rumah itu terdiri dari dari dua tingkat. Pada bagian bawahnya di gunakan sebagai madrasah tempat majlis ta`lim

Apabila datang hari hari besar islam ummat Islam di Kota Padang beramai ramai datang kerumah tersebut. Para Ulama Kota Padang khususnya sering berdatangan ke rumah tersebut karena bila tak ada undangan Syekh Muda Waly sibuk mengajar dan berdiskusi dengan para ulama lainnya Apalagi dalam rumah itu juga tinggal seorang ulama besar lain, Syekh Hasan Basri, menantu dari Syekh Khatib `Ali Padang dan suami dari Hajjah Aminah, ibunda dari istri beliau Hajjah Rasimah. Pada tahun 1939 Syekh Muda Waly menunaikan ibadah haji ketanah suci bersama salah seorang istri beliau Hajjah rabi`ah. Selama di Makkah beliau tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan .Selain menunaikan ibadah haji, beliau juga memanfaatkan waktu untuk menimba ilmu pengetahuan dari ulama ulama yang mengajar di Masjidil Haram antara lain Syekh Ali Al Maliki, pengarang Hasyiah al - Asybah wan nadhaair bahkan beliau mendapat ijazah kitab kitab hadis dari Syekh Ali Al Maliki .


Selama di Makkah Syekh Muda Waly seangkatan dengan Syekh Yasin Al fadani,seorang ulaam besar keturunan Padang yang memimpin Lembaga Pendidikan Darul Ulum di Makkah al mukarramah .


Pada waktu Syekh Muda Waly berada di Madinah pada setiap saat shalat beliau selalu menziarahi kuburan yang mulia Rasulullah Saw.Pada waktu itu siapa saja yang menziarahi kuburan Nabi secara dekat, akan dipukul oleh polisi dengan tongkatnya.tetapi pada saat Syekh Muda Waly sedang bermunujat dekat makam Rasullualah,beliau didekati oleh polisi,ingin memukul beliau,maka Syekh Muda Waly langsung berbicara dengan polisi tersebut dengan bahasa arab yang fasih sehingga polisi tersebut tertarik dengan beliau dan membiarkan beliau duduk lama didekat maqam Nabi SAW.Di Madinah Syekh Muda Waly berdiskusi dengan para ulama ulama dari negeri lain terutama dari Mesir.Beliau tertarik dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di negeri Mesir,sehingga beliau sudah bertekat menuju ke Mesir,tetapi beliau lupa bahwa pada saat itu beliau membawa istri beliau Hajjah Rabi`ah.Istri beliau keberatan ditinggalkan untuk pulang ke Indonesia.akhirnya beliau urung berangkat ke Mesir.

Selama beliau di Makkah ataupun Madinah beliau tak sempat mengambil ijazah dalam Tahariqat apapun.Hal ini kemungkinan besar karena dua hal :


1.Karena beliau berada di tanah suci lebih kurang hanya tiga bulan ,waktu yang sangat singkat bagi beliau yang mempunyai cita-cita besar untuk menggali ilmu dari berbagai ulama.Sehingga habislah waktu beliau hanya untuk menemui dan berdiskusi dengan para ulama lainnya.


2.pada umumnya para pelajar yang datang ke Tanah suci untuk mengamalkan thariqat,mengambil ijazah, dan berkhalwat harus berada di tanah suci pada bulan Ramadan.Karena pada bualn Ramadan halaqah pengajian sepi bahkan libur.Semua waktu dalam bulan Ramadhan dutujukan untuk beribadah.Sedangkan Syekh Muda Waly berada di Tanah suci bukan dalam bulan Ramadhan .

SYEICH MUIM IBN ABDUL AL WAHAB ROKAN AL KHALIDI AN-NAQSYABANDI

Syukur dan puji kehadrat Allah s.w.t, salawat serta salam kepada Junjungan Besar Nabi Muhammad s.a.w, keluarga, sahabat baginda, tak lupa juga kepada Syeikh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi An-Naqsyabandi serta keturunannya, tak lupa jua kepada tuan guru, hamba yang fakir lagi dhoif iaitu Tuan Guru H.Hasyim Al-Syarwani. Hamba mohon keizinan bagi meletakkan artikal ini di sini melalui beberapa sumber untuk tatapan. Amin Setelah kewafatan Tuan Guru pertama Syeikh Abd al-Wahhab Rokan, Besilam dipimpin secara turun temurun oleh kalangan keluarga Syeikh Abd al-Wahhab Rokan, mereka adalah:1. Syeikh Abd al-Wahhab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi 2. Syeikh Yahya Afandi al-Wahhab 3. Syeikh ‘Abd Manaf Yahya al-Wahhab 4. Syeikh ‘Abd Jabbar al-Wahhab 5. Syeikh Muhammad Daud al-Wahhab 6. Syeikh Faqih Yazid (Tambah) al-Wahhab 7. Syeikh Muim al-Wahhab 8. Syeikh Madayan al-Wahhab 9. Syeikh Faqih Saufi Al-Bakri al-Wahhab 10. Syeikh Anas Mudawwar Muhammad Daud al-Wahhab11. Syeikh Hasyim Al-Syarwani Muim al-Wahhab(system bani abdul wahab) Dalam catatan sejarah, empat belas anak laki-laki Syeikh Abd al-Wahhab Rokan tersebut menjadi ulama belaka. Salah seorang antara mereka ialah Syeikh Muim al-Wahhab yang mempunyai pengaruh di Besilam dan Rantau Kwala Simpang. Hampir-hampir tidak terdapat seorangpun yang berasal dari dua tempat ini yang tidak mendengar sebutan nama beliau. Beliau diakui oleh masyarakat Rantau Kwala Simpang sebagai ulama, guru sekaligus pendakwah yang disegani. Dalam satu riwayat disebutkan bahawa beliau seorang yang hampir mirip dengan bapanya, baik dalam bentuk dan personalitinya. Syeikh Muim al-Wahhab merupakan anak Syeikh Abd al-Wahhab Rokan yang menghasilkan banyak karya-karya. Sungguhpun antara anak dan cucu Syeikh Abd al-Wahhab Rokan terdapat beberapa orang yang masyhur namanya, saya tinggalkan sahaja kerana sudah cukup diwakili oleh Syeikh Muim yang kemasyhurannya sangat diketahui ramai pada zamannya.Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia bijak mati mengukir nama dalam suratan sejarah. Sejuta murid yang tidak dapat meneruskan perjuangan seorang guru adalah kurang bermanfaat. Cukup seorang murid sahaja, sekiranya ilmu dapat disebarkan dan sambung menyambung daripadanya kepada penerus berikutnya. Dalam sejarah, ramai ulama yang dapat memenuhi kategori dalam kalimat selayang pandang di atas, termasuk Syeikh Muim al-Wahhab, Tuan Guru ke-7 Besilam Babussalam Langkat yang akan diperkenalkan dalam halaman ini. Tempat dan tarikh lahir Syeikh Muim. Nama penuh tokoh kajian ini ialah Syeikh Muim ibn Abd al-Wahhab Rokan al-Khalidi al-Naqsyabandi ibn Abd Manaf ibn Muhammad Yasin ibn Tuanku Maulana Abdullah Tembusai ibn Pak Edek bergelar Raja Narawangsa ibn Bendahara Gombak seorang pembesar di negeri Tembusai. Adapun laqab atau gelaran beliau adalah Syeikh Muim al-Wahhab. Beliau biasa di panggil dengan Syeikh Muim atau guru Muim atau guru Jempol.Beliau dilahirkan pada hari Isnin 30 Sya’ban 1330H/1910M di kampung Besilam (Babussalam) Langkat pada zaman Kekuasaan Sultan Mahmud ibn Abd al-Aziz ibn Sultan Musa al-Muazzam Syah, Raja negeri Langkat. Syeikh Muim adalah yang mula-mula dilahirkan di Madrasah Kecil tempat kediaman bapanya. Dicatatkan, beliau meninggal dunia pada hari Isnin, 11 Rabi’ul Awal 1401 H di Besilam dan dikebumikan di tempat kelahirannya tersebut.Dari segi salasilah, nasab Syeikh Muim berketurunan ulama dan dari kerabat diraja. Ayah beliau adalah Syeikh Abd al-Wahhab Rokan al-Khalidi al-Naqsyabandi seorang wali kenamaan, pemimpin tarekat Naqsyabandiyah yang lebih terkenal dengan panggilan Tuan Guru Besilam Langkat. Sedangkan moyangnya Maulana Tuanku Abdullah Tembusai adalah seorang ulama besar dan kerabat diraja yang sangat berpengaruh pada zamannya. Sementara ibu beliau, Maryam bte Imam Yaman (Khalifa Anbiya) Tanah Putih daripada isterinya Latibah bte Nakhoda Muda Kampar di antara orang besar negeri Kampar. Syeikh Muim dilahirkan pada zaman kegemilangan ilmu pengetahuan. Pada masa tersebut ramai ulama-ulama kenamaan yang cukup disegani yang mengajar pelbagai ilmu pengetahuan kepada murid-murid yang datang dari pelbagai pelosok negeri ke Besilam. Dalam perjalanan waktu, Syeikh Muim tumbuh sebagai anak yang sihat, pintar dan memiliki semangat dan kreativiti untuk menuntut ilmu pengetahuan. Sejak kecil Syeikh Muim tekun belajar al-Qur’an dan belajar ilmu pengetahuan serta berbagai-bagai ilmu lain lagi kepada ulama-ulama pada masa itu.Keluarga dan salasilah keturunannya Setelah ditemui beberapa manuskrip dan cerita orang tua-tua yang dikumpulkan daripada pelbagai kampung di Besilam dan Rantau Kwala Simpang maka dapatlah ditulis salasilah beliau berdasarkan data dan fakta yang lebih meyakinkan dan terpercaya.Menurut riwayat, Syeikh Abd al-Wahhab Rokan memperoleh dua orang anak daripada isterinya Maryam bte Imam Yaman, iaitu Muim dan Maimun (meninggal pada masa kecil). Maryam kemudian lebih dikenali dengan nama Maryam kecil yang berasal dari Tanah Putih Riau.Dalam catatannya, Syeikh Muim menulis bahawa beliau berkahwin dengan Maryam pada pagi hari jumaat hb 14 Rabi’ul Awal 1350H/1930M. Sedangkan majlis perkahwinan dilaksanakan pada hb 31 Rabi’ul Akhir 1350. Maryam adalah anak daripada Ahmad Bungsu Kubu dan Nuriyah Abd al-Rahman Kubu. Perkahwinan Syeikh Muim dan Maryam memperoleh 8 orang anak, iaitu:1. Muhammad 2. Marfu’atul Asma’ 3. Musayyab 4. Hasyim al-Syarwani (Tuan Guru sekarang) 5. Na’imah 6. Mubarak 7. Nasyah al-Timyani 8. Nailan al-Najahah Pada hb 1 Julai 1955M, Syeikh Muim berkahwin untuk kedua kalinya dengan Azizah bte Ahmad Bungsu, iaitu adik daripada Maryam Ahmad isteri pertamanya. Dari perkahwinan ini Syeikh Muim memperoleh 8 orang anak, iaitu:1. Muhammad Yaqdum 2. Al-Bazzar 3. Muhammad Kamal 4. ‘Abd Aziz Ibraz 5. Laila Banit 6. Yusra Hanim 7. Irfansyah 8. Arifatul Aini Di dalam buku catatan pada bahagian sya’ir dan qashidah, Syeikh Muim menulis sebahagian salasilah keturunannya dalam gaya bahasa Arab yang indah: معم عبد الوهاب وبعض نسله:معم عبد الوهاب الركاني له من الاولاد عشر يعني:محمد, مرفوعة الأسماء مسيب, هاشم وهو الشروانينعيمة, وبعدها مبارك قد مات, ثم نشأة التميانينيل النجاحة كذاك يقدم أخو البزار أصغر الولدانيفكلهم من مريم الصبور أما سوى هذين الأخرينأمهما عزيزة لقد أتت بديلة عن أختها تثنيفمن محمد إلى مبارك ولدوا في باب السلام الأمنيكذاك يقدم وغيرهؤلا فإنهم قد ولدوا في التميانيجاءت بنتان منها في بوكت جولع وولد منها في كمفغ كرانيوبحفيدتين قد ظفرت بفضل ربي الكريم أعطانيهما ألفة هانم من مرفوعة وخيرة من محمد بنت ابنيلله در كلهم جميعا عصمهم عن رجس كل شيطانوبالإيمان الكامل ثبتهم حفظهم عن البلا و المحنوصلى رب دائما و سلم على النبي الهاشمي العدنانيو على جميع الأل و الأصحاب وتابعيهم في مدى الأ Maksudnya: Muim Abd al-Wahhab dan beberapa keturunannya: Muim Abd al-Wahhab Rokan memiliki 10 anak, iaitu Muhammad, Marfu’atul Asma, Musayyab, Hasyim al-Syarwani, Na’imah dan Mubarak (meninggal pada waktu kecil). Kemudian Nasyah at-Timyani, Nailan Najahah, Yaqdum dan terakhir adalah al-Bazzar. Kesemuanaya dari isteriku Maryam yang sabar. Adapun dua yang terakhir dilahirkan oleh isteriku Azizah, isteri keduaku setelah meninggal kakaknya Maryam. Maka dari Muhammad sehingga Mubarak, mereka dilahirkan di Babussalam yang aman, begitu juga dengan Yaqdum. Selain dari mereka dilahirkan di Tamiang (Aceh). Dua anak perempuan Maryam (Nasyah dan Nailan) di lahirkan di Bukit Juling Kampung Karani. Allah telah menganugerahiku dua orang cucu: Ulfah daripada marfu’ah dan Khairah binti Muhammad anakku. Bagi Allah adalah mutiara seluruhnya, Allah menjaga mereka dari pada kekejian syaitan. Allah memelihara mereka dengan iman yang sempurna, dan Allah menjaga mereka dari bala’ dan fitnah. Shalawat dan salam atas nabi bani Hasyim al-Adnani, seluruh keluarga dan sahabat serta seluruh pengikut-pengikutnya. Dalam mukadimah dari buku “Salasilah Syeikh Abd al-Wahhab Rokan” yang disusunnya, Syeikh Muim mengatakan, “ Maka ini satu susunan yang sengaja disusun oleh Muim Abd al-Wahhab Rokan dari hal silsilah keturunan (terombo) bagi Syeikh Abd al-Wahhab al-Khalidi al-Naqsyabandi ke atas dan ke bawah menurut yang diperoleh dan yang dapat diusahakan. Mengenangkan supaya jangan nanti zuriyat dan dzawi al-Arham bagi beliau (r.a) di belakang hari semena-mena tidak tahu mana-mana kaum kerabat dan famili, dan untuk supaya senang dalam hubungan silaturrahmi (saling kenal-mengenal) dan lain-lain yang diperlukan. Sekian muqaddimah ini ana gariskan, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberi pertolongan dan hidayah sampai siap buku silsilah ini dikerjakan. Wa Allah ‘ala ma aktasibu wakil, wa Huwa bi al-ijabah jadir ” Manuskrip naskah salasilah Syeikh Muim ini diperoleh dari al-Ustaz Mukhtar Gaffar ibn Lebai Jakfar. Tidak diketahui secara pasti tahun berapa salasilah tersebut ditulis. Akan tetapi melihat kandungan syair tersebut, diperkirakan ditulis pada (1968M) setelah kelahiran al-Bazzar, anak daripada isteri beliau Azizah Ahmad. Kemudian Syeikh Muim menulis ulang salasilahnya tersebut pada tahun 1394H/1974M di Besilam. Latar belakang pendidikannya. Seperti lazimnya kanak-kanak kecil pada masa itu, Syeikh Muim menerima pengajaran agama daripada orang tuanya. Selain beberapa ulama di kampungnya yang membimbingnya. Pada mulanya beliau belajar atau mengaji alif hingga yā secara talqin (secara lisan) yang diajarkan langsung oleh ayahnya sendiri Syeikh Abd al-Wahhab Rokan, kemudian dilanjutkan oleh ibunya Maryam bte Imam Yaman. Berkat bimbingan kedua orang tuanya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muim dapat menamatkan kitab Ejaan dengan cepatnya. Pada tahun 1338H/1918M atau ketika Syeikh berumur 7 tahun, beliau di serahkan oleh orang tuanya kepada anaknya yang lain lagi iaitu abang Muim sendiri Saidi Syeikh Harun Kamaludin dan tinggal di rumah isterinya Zubaidah (Daeng Siti Khalijah). Di tempat ini Muim belajar al-Qur’an sampai tamat. Setelah dua tahun belajar al-Qur’an, Syeikh Muim dikembalikan oleh gurunya Zubaidah kepada ayahnya Syeikh Abd al-Wahhab Rokan, selanjutnya Syeikh Muim diserahkan kembali oleh ayahnya kepada menantunya guru Maimun Hasan al-Wahhab iaitu suami daripada anaknya Zamrud. Di rumah guru Hasan inilah Muim belajar berhitung, tauhid, fikah, faraidh dan tajwid dengan menggunakan kitab-kitab Melayu.Pendidikan formal Syeikh Muim dimulai di Maktab Musawiyah Babussalam (sekolah Agama) dan Syeikh Muim duduk di kelas IV (1340 H/1920 M). Pada masa itu Syeikh Muim berumur 10 tahun. Di lembaga pendidikan inilah Syeikh Muim mulai bergelut dengan kedalaman khazanah Islam di bawah bimbingan para gurunya. Di tempat ini Syeikh Muim mulai belajar ilmu nahw, sarf, lughah (bahasa), tarjamah al-Qur’an dan lain-lain lagi dengan gurunya al-Haj ‘Abd Rasyid Thaib al-Minangkabawi.Setelah 4 tahun belajar di lembaga pendidikan Musawiyah tersebut, Syeikh Muim melanjutkan ke peringkat berikutnya iaitu kelas takhassus (setingkat universiti). Pada masa itu Syeikh Muim berumur 15 tahun. Dalam peringkat ini Shaykh Muim belajar pelbagai ilmu kepada al-Haj Muhammad Syahiri al-Yuni Batubara, seperti nahw, sarf, fiqh, tafsir, hadith, bayan, mantiq dan lain-lain lagi.Pada tahun 1926M atau 40 hari setelah kewafatan ayah beliau, Syeikh Muim pindah dari rumah guru Hasan ke rumah abangnya Syeikh Yahya Afandi al-Wahhab, yang ketika itu sebagai Tuan Guru II menggantikan bapanya Syeikh Abd al-Wahhab Rokan. Oleh Syeikh Yahya, Syeikh Muim ditempatkan di rumah anaknya Arba’iyah Yahya kepada daripada al-Haj Muhammad Syahiri al-Yuni Batubara. Maka tinggallah Syeikh Muim pada masa itu serumah dengan gurunya tersebut. Semenjak saat itu Syeikh Muim dalam pemeliharan abangnya Syeikh Haji Yahya sehingga wafat abangnya tersebut. Pernah beberapa kali Syeikh Yahya mendatangi adiknya tersebut dengan maksud ingin menikahkannya. Akan tetapi beliau belum berkehendak dalam hal itu, kemudian beliau menjawah: “kalaulah abang Haji masih mau memelihara saya, biarlah saya belajar dulu”. Mendengar jawapan adiknya tersebut, Syeikh Yahya berjanji akan menghantarkannya ke Mekkah al-Mukarramah untuk belajar pada tahun hadapannya bersama anaknya Ridhwan Yahya. Akan tetapi Allah (s.w.t.) berkehendak lain, tiga bulan setelah percakapan tersebut Syeikh Haji Yahya meninggal dunia (1350H/1930M). Walaupun perasaan sedih sangat sukar dihilangkan, namun Syeikh Muim tiada kehilangan pedoman. Meskipun tidak pernah mendapat pendidikan di Mekah ataupun di Mesir sebagaimana abang-abangnya, Syeikh Muim tidaklah berkecil hati. Baginya, kemampuan seseorang bukan bergantung dari jauhnya tempat belajar, melainkan bagaimana orang tersebut boleh memanfaatkan pengetahuan dan ilmunya bagi kemaslahatan masyarakat. Beliau telah mengorbankan waktunya untuk menuntut ilmu pengetahuan, sehingga Syeikh Muim dapat dikategorikan sebagai ulama yang memiliki pelbagai ilmu pengetahuan keislaman.Minatnya terhadap ilmu-ilmu keagamaan telah terserlah sejak zaman kanak-kanak lagi. Syeikh Muim memiliki otak yang cerdas. Semenjak belajar di maktab Musawiyah beliau sentiasa menunjukkan perestasi cemerlang. Beliau adalah pelajar terbaik dan sentiasa mendapatkan peringkat pertama dalam setiap peperiksaan. Bahkan dalam usianya yang masih muda (16 tahun), beliau telahpun dipercayakan menjadi guru di maktab tersebut. Dalam usianya 18 tahun (1928/…M), beliau digelar dengan guru “Jempol” atau guru yang sangat cemerlang dalam pengajaran.dalam perjalanan, waktu Syeikh Muimpun semakin dewasa dan mengalami perubahan berkaitan dengan intelektualiti dan spiritual. Perkembangan dan perubahan yang berlaku pada diri Syeikh Muim tidak terlepas dari proses pencerahan yang diberikan para gurunya. Tidak sia-sia, perjuangannya menuntut ilmu telah mengangkat dirinya menjadi salah seorang ulama yang disegani dan dihormati di kalangan ulama lain lagi di Langkat mahupun di Aceh Tamiang.Dalam buku catatan yang ditulis oleh Syeikh Muim, disebutkan senarai nama-nama ulama yang menjadi guru beliau berikut kitab-kitab pelajarannya:1. Shaykh Abd al-Wahhab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi Syeikh Muim memulai mengaji Hijai/al-Qacidah al- Baghdādiyyah 2. Maryam Imam Yaman. Meneruskan belajar Al-Qasidah al-Baghdādiyyah 3. Khalifah Shaleh Batubara. Guru pembimbing dalam menghafal surat yasin dan lain-lain lagi. 4. Zubaidah/isteri Saidi Syeikh Harun. Syeikh Muim belajar al-Qur’an sampai tamat dan belajar kitab jawi kecil 5. Guru Hasan Muhammad. Syeikh Muim belajar pelbagai ilmu antaranya al-fiqh, al-tauhid, al-faraidh dan membaiki baca al-Qur’an. 6. Al-Haj ‘Abd Rasyid al-Minangkabawi. Kepada ulama asal Minangkabaw ini, Syeikh Muim belajar al-nahw, al-sarf, al-lughah (bahasa), dan tarjamah al-Qur’an al-Karim. 7. Engku Manaf. Syeikh Muim belajar Kitab al-Mukhtasar atau al-Nahw 8. Syeikh Faqih Juned Harun. Syeikh Muim belajar I’rāb al-Ajrumiyyah 9. Al-Haj Muhammad Said Kubu. Guru di Maktab Musawiyah 10. Faqih Tambah Al-Wahhab. Guru di Maktab Musawiyah 11. Al-Haj Muhammad Syahiri Al-Yuni Batubara. Kepada ulama asal Batubara ini Syeikh Muim belajar pelbagai ilmu, antaranya al-nahw, al-sarf, al-fiqh, al-tafsir, al-hadith, al-bayan, mantiq dan lain-lain lagi. 12. Guru Sabar (Mubar) Barus. Syeikh Muim belajar matematika, bahasa Indonesia dan ilmu guru. 13. Faqih Na’im al-Wahhab. Syeikh Muim belajar Kitab al-Mizan Al-Dzahabi dan al-cArudh 14. Kadi al-Haj Muhammad Nur Langkat. Kepada ulama ini Syeikh Muim belajar al-Mantiq, al-Sawi al-Bayan, al-Syarqawi dan al-Fiqh. 15. Syeikh Abdullah Afifuddin al-Langkati. Kepada ulama terkenal Langkat ini, Syeikh Muim belajar tafsir jalalayn. 16. Al-Hajah Halimah al-Sakdiyyah. Kepada ahli qiraah ini (kemanakan Syeikh Muim), beliau belajar qira’ah al-Nafic dan Abu Umaru. 17. Al-Haj Muhammad Salim Langkat. Syeikh Muim belajaru bahasa Arab Mesir 18. ‘Abd Rasyid Tambusai. Syeikh Muim belajar Barzanji Marhaban. 19. ‘Abd Wahid Jumail. Syeikh Muim belajar huruf latin. 20. Guru Untak. Guru di Maktab Musawiyah. 21. Abu Bakar. Guru di Maktab Musawiyah. 22. Awak Marhawi. Syeikh Muim belajar bahasa Belanda. Di dalam buku catatan pada bahagian culum Shatta, Syeikh Muim menulis kitab-kitab yang pernah dipelajarinya selain yang tersebut di atas.A. Tauhid 1. Miftah al-Jannah 2 . Al-Durr al-Thamin 3 . Matn al-Sanusi, 4. Kifayat al-cAwwam.B. Fikah 1. Masail al-Muhtadi 2. Bidayat al-Mubtadi 3. Muslim al-Mubtadi 4. Matlac al- Badrayn 5. Matn Ghayah al-Taqrib 6. Fath al-Qarib 7. Fath al-Mucin 8. Al-Diyanah wa al-TahdzibC. Tasawwuf 1. Siyar al-SalikinD. Akhlaq 1. Tafsir al-KhalaqE. Tajwid 1. Tuhfat al- IkhwanF. Mi’raj 1. Kifayat al-MuhtajG. Lughah 1. Al-Mufradat 2. Al-mutala cah al-Rasyidah 3. Al-Qiracah al-Rasyidah 4. Al-Tariqah al-MubtakirahH. Nahwu 1. Al-Kafrawi 2. Syeikh Khalid 3. Al-Azhari 4. Tashil Nail al- Amani 5. Al-cImrathi 6. Mutammimah 7. Al-Fawaqih 8. Al-Kawakib 9. Al-alfiyyah 10. Al-Usmawi I. Bayan 1. Majmuk Musytamil J. Sharf 1. Madkhal 2. Matn al-Bina 3. Matn al-cAzi 4. Al-Kailani 5. Lamiyat al-Af calK. Ushul Fiqh 1. Al-WaraqatL. Mantiq 1. Idhah al-MubhamM. Ma’ani 1. Jauhar al-Maknun Mengenai Tarekat Naqasyabandiyah al-Khalidiyah, Syeikh Muim menerima baiah daripada Syeikh Yahya Afandi al-Wahhab (1927M). Pada waktu yang lain, beliau juga mempelajari Tarekat Syadzaliyah daripada Syeikh Muhammad Daud al-Wahhab, kedua-duanya abang daripada Syeikh Muim sendiri. Selain itu beliau belajar Ratib Saman daripada Khalifah Abdullah Umar Tambusai, dan bersuluk pertama 10 hari kepada al-Haj Muhammad Said al-Kalantani (1945 M).Adapun gelar “Syeikh” beliau terima pertama kali pada hb 19 ramadhan (1959 M) yang di berikan oleh Syeikh Mursyid Faqih Juned Harun al-Khalidi di Tanjung Karang Aceh Tamiang. Dan untuk kedua kalinya, gelar tersebut diterimanya ketika masa pertabalan beliau menjadi Tuan Guru Besilam ke-7, menggantikan Tuan Guru sebelumnya Syeikh Faqih Tambah al-Wahhab (1972 M).2.5 Sifat-sifatnya Syeikh Muim berperawakan sedang, zuhud dan wara’, lemah-lembut namun tegas dalam mengambil suatu keputusan. Beliau seorang yang sangat amanah, sentiasa mencatat segala yang berkaitan dengan kepercayaan yang dibebankan kepadanya dan dilaksanakan dengan sejujur-jujurnya. Beliau adalah tokoh yang luas pergaulannya. Beliau bukan sahaja dekenali di Besilam tetapi juga di Aceh Tamiang dan beberapa daerah di Sumatera Utara dan Riau. Syeikh Muim dikenali sebagai seorang yang sangat disiplin dalam menjalankan peraturan-peraturan. Beliau bersikap adil dalam mengambil suatu keputusan, menghukum siapa sahaja yang bersalah tidak membezakan antara keluarga dan bukan keluarga meskipun anak sekalipun kalau bersalah akan dihukum.Ziarah ke kubur merupakan kebiasaan yang beliau lakukan setiap subuh. Berkebun pada pagi dan petang merupakan kegiatan yang sentiasa beliau lakukan. Beliau gemar bersedekah baik kepada anak-anak mahupun orang tua-tua.Di riwayatkan, bahawa beliau seorang yang qana’ah (cukup seadanya sahaja). Sebelum meninggalnya, Azizah Ahmad isteri beliau pernah menuturkan: “Atok (Syeikh Muim) tidak begitu suka dengan makanan-makanan yang enak, terkadang beliau menangis melihat makanan yang enak karena teringat akan keadaan faqir miskin dan orang-orang terlantar”.Beliau melayani yang bodoh sama dengan beliau melayani yang cerdik, beliau menghormati kanak-kanak sama dengan beliau menghormati orang-orang dewasa. Beliau tidak pernah menghampakan pemberian dan jemputan dari siapa sahaja. Dan jika diberi, maka pemberian-pemberian itu akan dibahagikan pula kepada orang-orang sekelilingnya. Inilah sifat-sifat dan cara-cara hidup beliau yang membuat setiap orang yang berhubung dengan beliau menyimpan kenangan-kenangan yang indah terhadapnya.Dicatatkan bahawa Syeikh Muim adalah di antara ulama Besilam yang kuat melakukan ibadah, selain aktif beramal dengan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, beliau aktif mengajar, mengarang, tilawah al-Qur’an, pelbagai wirid dan zikir sama ada siang mahu pun malam. Demikian beberapa sifat beliau yang dapat ditulis. Bidang ketokohan Dari tujuh puluh satu tahun perjalanan hidup Syeikh Muim (1910-1981M), minimum ada dua main stream aktiviti hidupnya. Pertama adalah aktivitinya sebagai seorang intelektual dalam bidang fikah, dan kedua adalah aktivitinya yang sangat signifikan dalam tarekat. Bagi Syeikh Muim ilmu yang diraihnya dari guru-gurunya adalah bekal dalam menggali dalam khazanah Islam. Sedangkan yang didapatnya di lapangan (Besilam) sebagai tempat pusat penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah adalah bekal utamanya dalam mengorganisasi penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah ke segala penjuru negeri di Sumatera.Kita akan mencuba melihat dua bidang yang digeluti oleh Syeikh tersebut, dalam rangka pengabdian diri untuk kepentingan dakwah Islam.a. Sebagai seorang FaqihDilihat dari kegiatan-kegiatan pendidikan, guru-guru yang mengajarnya serta kitab-kitab pelajarannya, jelas Syeikh Muim adalah seorang faqih yang mengambil berat tentang syariat Islam dan amalannya. Tetapi perlu dijelaskan bahawa akidahnya, sebagaimana yang jelas daripada tulisan-tulisannya sendiri adalah akidah Sunni.Besilam adalah sebuah Kampung yang kaya dengan khazanah intelektual Islam. Dalam dunia fikah, Kampung yang diasaskan Shaykh cAbd al-Wahhab Rokan ini, telah banyak melahirkan para Fuqoha dan guru-guru ugama yang cukup disegani di Sumatera Utara, Riau, Aceh bahkan Malaysia pada masa itu.Di kampung halaman tempat lahir dan dibesarkannya Syeikh Muim ini, terdapat sebuah tradisi “pertabalan faqih”.Gelar ini diberikan kepada yang memiliki kategori kealiman dalam ilmu fikah, dan telah menamatkan beberapa buah kitab pelajaran. Pertabalan tersebut diumumkan dihadapan orang-orang ramai di masjid atau Madrasah Besar Tuan Guru Besilam, oleh maha guru Saidi Syeikh Harun. Dalam sejarahnya, Saidi Syeikh Harun ini telah melantik beberapa orang faqih. antaranya adalah faqih Na’im, faqih Nu’man, faqih Sa’id, faqih Tambah. Generasi berikutnya, muncullah nama-nama seperti faqih Khaliq, faqih Abban, faqih Saufi.Mengenai Syeikh Muim sendiri, meskipun beliau tidak mengikuti pengajaran oleh Saidi Syeikh Harun, tetapi kedudukannya dari sudut ilmu pengetahuan adalah setaraf dengan fuqaha dan ulama-ulama lainnya yang berada di Langkat dan Sumatera utara pada zaman itu.Al-Haj Madyan Abd Jalil mengatakan bahawa Syeikh Muim adalah seorang yang ‘alim dalam ilmu fikah dan al-Qur’an. Dari fakta dan data yang diperoleh, baik dari kitab-kitab yang dipelajarinya dan ulama-ulama yang mengajarinya bahkan beliau mengarang kitab fikah ighatsatul Muqallidin, maka Syeikh Muim dapat dikatagorikan seorang faqih yang mumpuni dalam bidangnya. Syeikh Muim adalah menganut Sunni Syafi’i. Beliau aktif dalam menulis, tidak kurang dari 11 tulisan dalam pelbagai ilmu yang beliau hasilkan. Beliau juga aktif dalam mengajar, lebih dari separoh hidupnya beliau habiskan untuk mengajar, sehingga beliau memiliki murid yang tersebar di pelbagai daerah di Sumatera Utara, Riau dan Aceh.Karya-karya tulisnya, Disiplin ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh setiap pengarang pada umumnya diwariskan kepada pengikutnya dan berlanjut dari satu generasi kepada generasi sesudahnya. Syeikh Muim adalah seorang ulama yang rajin menulis. Setiap ilmu yang beliau pelajari dan miliki, beliau himpunkan dalam banyak catatan-catatannya, untuk dapat dibaca dan dipelajari serta difahami oleh setiap masyarakat Islam khasnya masyarakat Besilam dan Aceh Tamiang.Manuskrip karya-karya Syeikh Muim yang telah dijumpai:1. Kitab fikah Ighatsatul Muqallidin. Kitab ini terdiri daripada tujuh jilid, kandungannya membicarakan perkara-perkara asas dalam fikah, antaranya adalah: tentang thaharah, air, istinja’, najis, wudhu’, al-muharramat (perempuan-perempuan yang haram dikahwini), al-mashu ‘ala al-huffain, mandi, tayammum. Dalam kitab al-Shalat dibahas tentang syarat-syarat wajib sembahyang, syarat-syarat sah sembahyang, rukun-rukun sembahyang, sunan-sunan sembanhyang, sebab sujud sahwi, sujud syukur. Di dalamnya di bahas juga tentang sembahyang berjama’ah dan faedah-faedah sembahyang jama’ah. Kandungan berikutnya adalah pembahasan tentang zakat, syahid dan janazah serta perkara-perkara yang berkaitan dengan ketiganya serta perkara-perkara lainnya yang berkaiatan dengan hokum-hukum fiqh. 2. Kitab tajwid, kandungannya membahas ilmu tajwid. 3. Khutbah jum’at. Judul-judul yang terdapat dalam Majmu’ Khutbah ,karya Syeikh Muim di antaranya membicarakan tentang bulan Sya’ban, Rabi’ul Awal, khutbah Aidil Fithri, khutbah Aidil Adha, keutamaan sembahyang berjama’ah, ibadah haji dan keutamaan ilmu pengetahuan. 4. Majmu’ al-Syatwiyah, kandungan buku ini berisikan tentang lagu dan sya’ir yang bercorak pujian-pujian kepada Allah, selawat dan lain-lain sejenisnya, antaranya Babussalam Kampung Halamanku, Babussalam jaya, Maulid al-Rasul, Nur Tajalli, al-Jihad Fi Sabilillah. 5. Al-Muallifat al-Qasimiyyh Ldhobthi Ilmu al-’am al-Umumiyyah, kandungan kitab ini membicarakan tentang tauhid, fikih dan tasawwuf. Di dalam kitab ini juga ditemukan syair dan lagu-lagu karangan beliau serta beberapa perkara-perkara lainnya, seperti khutbah jumat, doa’doa dan lain-lainnya. Buku setebal 177 muka surat ini beliau tulis pada 13 Rejab 1393H/12 Ogos 1973M di Babussalam dan diselesaikan pada hari Isnin 7 Zulhijjah1393H/1 Januari 1974M di Babussalam. 6. Al-Hal al-Nasyiah al-Mutaraddifah, kandungannya berupa al-Tafsir, al-Hadit dan Nahwu. Kitab setebal 176 muka surat ini juga menyinggung tentang politik, peraturan-peraturan di rumah suluk, hri-hri besar dalam Islam dan hari-hari besar i luar Islam. Di dlamnya terdapat ilmu perubatan berdsarkan ayat-ayat al-quran al-karim serta perkara-perkara lainnya. Permulaan buku ini ditulis pada hari khamis 7 shafar 1397H/27 Januari 1977 di Babusslam dan diselesaikan pada hari rabu 9 zulqadah 1398H/11 Oktober 1978M di babussalam. 7. Daftar al-Naql min al-kutub al-Syatwiyah fi al-din. Kandungan kitab setebal 22 muka surat ini membicarakan tentang kata-kata yang mengandung hikmah dan istilah-istilah dalam bahasa arab, di dalamnya juga dibincangkan tentang tanda-tanda hari kiamat. Kitab ini beliau tulis di Babusslam pada 7 shafar 1396H/7 Februari 1976M, dan diselesaikan pada hari khamis 29 jumadil Awal 1399H/26 April 1979M di Babusslam. 8. Al-Thariqah, buku ini mengandung senarai nama-nama orang yang mengambil tarekat (naqsyabandiyah) kepada beliau. Buku ini ditulis pada hari ahad 6 ramadhan 1397H/21 Ogos 1977M di Babusslam. Buku ini merupakan jilid ke dua sedangkan jilid pertama belum lagi ditemukan. 9. Al-Tarasul, kandungan buku ini adalah tentang surat menyurat. Jilid pertama belum lagi ditemukan. Jilid kedua mulai tulis pada hari rabu 9 Syawal 1400H/20 Ogos 1980M di Babusslam. 10. Sebuah kitab yang berisikan beberapa al-Fan atau bahagian. Al-Fan al-awwal fi al-Ad’iyah wa al-Aurad (bahagian pertama membicarkan tentang doa-doa dan wirid-wirid). Al-Fan al-Tsaniah fi al-Tafsir wa al-Hadist (bahagian kedua pada ilmu tafsir dan hadits). Al-Fan al-Tsalisah fi al-Syi’r wa al-Qashidah (bahagian ketiga pada menyatakan syi’r dan qashidah). Al-Fan al-rabi’ah fi ‘Ulum Syatta (bahagian keempat pada bermacam pengetahuan). Di dalam kitab ini juga ditulis tentang kamus bahasa melayu Babusslam. 11. catatan harian berjumlah 12 jilid. 12. Riwayat Hidup Syeikh Muim. 13. Silsilah keturunan Syeikh Abd al-Wahhab Rokan dan Syeikh Muim al-Wahhab. 14. Pelbagai catatan lainnya, seperti catatan tentang murid-murid atau khalifah- khalifah Syeikh Muim, anak-anak angkat dan lain-lainnya. Tempat MengajarTidak seperti kebanyakan ulama yang lain di zamanya, pada masa tinggal di Besilam, beliau tidak hanya aktif mengajar di madrasahnya sahaja, malah beliau aktif mengajar di masjid dan rumahnya serta di beberapa wilayah yang jauh daripada tempat tinggal beliau. Dan aktiviti dakwah beliau semakin banyak pada masa beliau hijrah dan tinggal di Aceh Tamiang. Beliau aktif berdakwah di 4 (empat) kecamatan yang terdiri dari 14 Desa.Berikut senarai nama-nama desa tempat dakwah Syeikh Muim yang berada di empat kecamatan di Kabupaten Aceh Tamiang: 1. Kecamatan Kejuruan Muda, terdiri dari 3 desa, iaitu Rantau Pertamina, desa Rantau Pauh dan desa Alur Manis. 2. Kecamatan Kota Kwala Simpang, terdiri dari 2 desa, iaitu Kampung Durian dan Kota Lintang. 3. Kecamatan Karang Baru, terdiri dari 4 desa, iaitu Kampung Kesehatan, Kampung Suka Jadi, Tanjung Karang dan Tanah Terban. 4. Kecamatan Manyak Payet, terdiri dari 5 desa, iaitu Kampung Johar, desa Rantau Pane, desa Rantau Panjang, desa Medang Ara dan Opak. Ramai murid Syeikh Muim yang menjadi ulama dan tokoh yang bertebaran di pelbagai negeri. Mereka adalah generasi penerus penyebaran Islam. Sama ada murid-murid Syeikh Muim sendiri atau pun murid-murid beliau di Maktab Musawiyah ataupun murid-murid Sekolah Rendah Agama Islam (SRAI) yang beliau asaskan menurunkan murid yang ramai pula, sambung bersambung sampai sekarang ini. Bererti pahala amal jariyah untuk Syeikh Muim berjalan terus kerana ilmu bermanfaat yang disebarkan dan madrasah tempat belajar ilmu yang melahirkan para ulama dan tokoh.Murid-murid Syeikh Muim pernah meriwayatkan bahawa orang yang pernah belajar dengan Syeikh Muim semuanya mendapat kedudukan dalam masyarakat. Apabila seseorang murid itu lebih berkhidmat kepada beliau maka ternyata akan lebih pula ilmu yang diperolehnya. Demikian juga kedudukan dalam masyarakat. Yang dimaksudkan berkhidmat di sini ialah ada yang pernah mengambil air untuk sembahyang atau untuk mandi dan air bagi keperluan bersucinya sesudah buang air besar.Di antara murid-murid Syeikh Muim yang menjadi ulama dan mempunyai kedudukan dalam masyarakat adalah: Syeikh al-Haj Abd Muthalib, beliau adalah seorang Syeikh atau Mursyid tarekat di Rokan Hulu, Muara Musu, Riau. Khalifah ke-3 Syeikh Muim ini telahpun berhasil mendirikan sebuah persulukan “Serambi Babussalam” di tempat asalnya tersebut.Khalifah (Syeikh) Mudo ibn Adam adalah di antara murid beliau yang lain lagi. Walaupun umurnya hampir mencapai 90 tahun akan tetapi semangatnya tidak pernah pudar. Beliau telahpun berhasil membangun dua rumah suluk yang beliau namakan “Madrasah Darussalam”, yang pertama di Batang Ibul Desa Bangko Kiri Kec. Bangko Pusako Rokan Hilir, Riau. Kedua di Desa Sungai Masah Kec. Bangko Rokan Hilir, Riau.Murid Syeikh Muim yang lainnya adalah Shaykh al-Haj Junaid al-Bagdadi Sirait. Beliau adalah khalifah ke-12 Syeikh Muim yang mempunyai kedudukan mulia di masyaraktnya. Sebagaimana murid-murid yang lain, Syeikh Junaid juga mempunyai rumah persulukan “Istiqomah” di Desa Maligas Tongah Kec. Tanah Jawa Kab. Simalungun Sumatera Utara.Di antara murid Syeikh Muim yang masih ditemui adalah Khalifah Abd al-Wahhab Ghaffar. Beliau adalah orang kepercayaan Syeikh Hasyim al-Syarwani dalam memimpin persulukan terbesar di Nusantara bahkan Asia yang berada di Besilam Langkat. Meskipun umurnya sudah mencapai 81 tahun tetapi beliau sangat tekun beribadah. Orang-orang suluk sangat hormat kepadanya. Dalam setiap pertemuan dengannnya, penulis sentiasa mendapatinya berada dalam khalwatnya. Syeikh al-Haj Wan Nurdin ibn al-Haj Nasaruddin adalah murid Syeikh Muim yang paling ternama dan cukup disegani baik oleh kalangan masyarakat awam mahupun kerajaan Rokan Hilir Riau. Beliau cukup berhasil dalam membangun dan membina rumah persulukannya di tempat asalnya Muara Rumbang Kec. Rembah Hilir Kab. Rokan Hilir, Riau. Ada seorang murid yang tidak mungkin terlupakan dalam deretan murid-murid Syeikh Muim. Beliau adalah di antara tokoh masyarakat yang cukup dihormati oleh masyarakat Besilam Babussalam, Pak Malik, begitu beliau dipanggil. Nama penuhnya adalah Khalifah al-Haj Abd Malik Said ibn Faqih Tuah. Beliau adalah pemegang kunci sekaligus menerima para tetamu yang datang untuk berziarah ke makam Syeikh Abd al-Wahhab Rokan. Semua murid Syeikh Muim mengatakan bahawa guru mereka tersebut adalah seorang Syeikh yang alim, seorang mursyid yang wara’ lagi zuhud, bahkan Syeikh Junaid mengatakan gurunya tersebuat adalah seorang Wali Allah. Syeikh Muim terkadang mengetahui apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang suluk, padahal beliau (Syeikh Muim) jauh dari mereka, demikian al-Junaid menambahkan.. Sebagai seorang sufi seperti telah disebutkan di atas bahawa Besilam adalah pusat penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah yang banyak melahirkan khalifah-khalifah dan mursyid-mursyid kenamaan. Syeikh Muim adalah di antara mursyid Tarekat tersebut. Kepemimpinannya telah membawa nuansa baru, terutama kemampuan dalam menjalankan peraturan-peraturan yang berlaku dalam ajaran tarekat. Beliau terkenal tegas dalam menjalankan disiplin, terutama yang berlaku dalam rumah suluk sebagai tempat riyadha para salikin. Beliau tidak segan-segan menindak atau mengusir si salik dari rumah suluk jika kedapatan bersalah. Syeikh Muim adalah mursyid Tarekat Naqsyabandiyah yang salasilah pengambilan tarekatnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Kelebihannya dalam tarekat ini ialah beliau menerima baiat dan bersuluk dari dua Syeikh mursyid, yakni Syeikh Faqih Junaid di Rantau Kwala Simpang dan Syeikh Abd Manan Seregar Murid dan Khalifah Syeikh Abd al-Wahhab Rokan. Kiprahnya dalam mengembangkan tarekat ini di wilayah Sumatera dinilai cukup berhasil.Dalam Salasilah Tarekat Naqsyabandiyah, Syeikh Muim adalah salasilah yang ke 34 dari guru tarekat Naqsyabandiyah. Puncak tertinggi dari salasilah itu adalah nabi Muhammad s.a.w. kemudian Abu Bakr a.s. yang disusul Salman al-Farisi. Sedangkan salasilah di atas Syeikh Muim adalah Syeikh Abd Manan Seregar kemudian Syeikh Abd al-Wahhab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi.Berikut adalah salasilah tarikat naqsyabandiyah yang sampai kepada Syeikh Muim al-Wahhab: 1. Nabi Muhammad (s.a.w.) 2. Saidina Abu Bakr al-Siddiq (r.a.) 3. Saidi Syekh Salman al-Farisi (r.a.) 4. Saidi Syekh Qasim bin Muhammad 5. Saidi Syekh Ja’far Shadiq 6. Saidi Syekh Yazid al-Busthami 7. Saidi Syekh Hasan Ali Ja’far al-kharqani 8. Saidi Syekh Ali bin al-Fadhl bin Muhammad al-Thusi al-Farmadi 9. Saidi Syekh Ya’kub Yusuf al-Hamdani bin Ayyub bin Yusuf bin Husin 10.Saidi Syekh ‘Abd Khaliq al-Fajduani bin al-Imam ‘Abd Jamil 11. Saidi Syekh Arif al-Riyukuri 12. Saidi Syekh Mahmud al-Anjiru al-Faghnawi 13. Saidi Syekh Ali al-Ramituni 14. Saidi Syekh Muhammad Baba al-Samasi 15. Saidi Syekh Amir Kulal bin Sayyid Hamzah 16. Saidi Syekh Bahauddin Naqsyabandi 17. Saidi Syekh Muhammad Bukhari 18. Saidi Syekh Yarki Hishari 19. Saidi Syekh Abdlah Samarkandi (Ubaidillah) 20. Saidi Syekh Muhammad Zahid 21. Saidi Syekh Muhammad Darwis 22. Saidi Syekh Khawajaki 23. Saidi Syekh Muhammad Baqi 24. Saidi Syekh Ahmad Faruqi 25. Saidi Syekh Muhammad Ma’sum 26. Saidi Syekh ‘Abdlah Hindi 27. Saidi Syekh Dhiyaul Haqqi 28. Saidi Syekh Isma’il Jamil al-Minangkabawi 29. Saidi Syekh ‘Abdulah Afandi 30. Saidi Syekh Syeikh Sulaiman 31. Saidi Syekh Sulaiman Zuhdi 32. Saidi Syekh Abd al-Wahhab Rokan al-Khalidi Naqsyabandi 33. Saidi Syekh Abd Manan Seregar 34. Saidi Syeikh Muim al-Wahhab al-Khalidi al-Naqsyabandi Hijrah ke Aceh Tamiang, Syeikh Muim adalah di antara ulama yang turut mewarnai perjalanan sejarah perlawanan terhadap penjajah, khasnya di Langkat. Meskipun tidak terlibat langsung pada masa perjuangan fisik, Syeikh Muim aktif berjuang menentang penjajah dengan apa yang boleh dilakukan. Perjuangan beliau dalam menentang penjajah akan dibincangkan pada bab berikutnya.Pada saat Kerajaan Langkat mendapat ancamana keaamanan dari penjajah Belanda, iaitu ketika secara mengejutkan Belanda sudah sampai di Tandam Hilir, suatu tempat berjarak 40 km dari Besilam. Syeikh Muim mengambil langkah baru mencari tempat pengunsian (hijrah). Rantau Kwala Simpang Aceh Tamiang adalah daerah alternative dan memiliki ruang gerak yang relatif bebas dalam meneruskan perjuangan kemerdekaan dan dakwah Islam. Kesempatan ini telah digunakan Syeikh Muim untuk melakukan perjalanan hijrah ke sana.Penghijrahan Syeikh Muim bersama-sama keluarganya dari Besilam ke Rantau Tamiang dilakukan pada tahun 1946 M. Syeikh Muim memulai hidup baru dan selanjutnya Syeikh Muim aktif berdakwah di sana sehingga tahun 1972 M. Adapun partai Masyumi yang diasaskannya, beliau serahkan kepada ‘Abd Manan Anis yang menjadi ketua dua pada masa itu. Kesimpulan,walaupun Syeikh Muim al-Wahhab tidak meninggalkan hasil-hasil karya yag besar dalam mana-mana bidang pengajian Islamiah, namun jasa beliau yang paling besar ialah kejayaannya melahirkan satu angkatan ulama/khalifah yang berkualiti di pertengahan abad dua puluh. Beliau juga telah berjaya membawa kemuncak pengajian Madrasah Musawiyah di Langkat dan Sekolah Rendah Agama Islam di Rantau Kwala Simpang Aceh Tamiang. Keahlian beliau dalam bidang al-Qur’an dan fikah merupakan legenda sehingga zaman ini.Tidak seperti kebanyakan ulama yang lain di zamanya, Syeikh Muim tidak hanya aktif di sekitar masjid atau madrasahnya sahaja, malah aktif dalam bidang kegiatan kemasyarakatan.Semoga Allah (s.w.t) membalas segala jasa dan pengorbanan Syeikh Muim sepanjang hayatnya dalam usaha menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat. Beliau telah mewakafkan dirinya dalam jalan dakwah dan melakukan perkara yang tidak mampu dilakukan oleh sebahagian besar ulama yang sezaman dengannya. Mengharungi liku-liku hidup selaku pejuang agama yang mempunyai keikhlasan sejati.Demikian pembacaan penulis terhadap usaha dan karya Syeikh Muim ini. Segala yang kami tuangkan dalam tulisan ini adalah merupakan sebuah pandangan sederhana yang ingin berpihak kepada kebenaran dan menjauhi dari sikap berat sebelah. Apapun hasilnya, Allah (s.w.t) maha tahu terhadap mereka yang tulus membela agama-Nya dan Dia maha tahu pahala apa yang layak diberikan-Nya.