"Barangsiapa
berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah
yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud
berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum
sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi
Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An
Nisa':100)
Nabi
shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
وَأَنَا
آمُرُكُم بِخَمْسٍ، أَمَرَنِيَ بِهِنَّ، اَلْجَمَاعَةُ وَالسَّمْعُ اللهُ
وَالطَّاعَةُ وَالْهِجْرَةُ وَاْلجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ.
"Dan
aku menyuruh kalian dengan lima perkara yang Allah telah menyuruhku dengan lima
perkara itu, yaitu berjamaah, mendengar, taat, hijrah dan jihad fi
sabilillah." (HR. Ahmad dari Al Harits Al Asy'ari dan dishahihkan oleh Al
Albani)
Beliau juga
bersabda;
لاَ تَنْقَطِعُ
الْهِجْرَةُ حَتىَّ تَنْقَطِعُ التَّوْبَةُ، وَلاَ تَنْقَطِعُ التَّوْبَةُ حَتىَّ
تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
"Hijrah
tidak akan terhenti hingga terputusnya pintu taubat dan pintu taubat tidak
pernah terputus hingga matahari terbit dari arah barat." (HR. Abu Dawud,
dari Muawiyah, dishahihkan Al Albani)
Hijrah itu
diwajibkan karena beberapa sebab, diantaranya:
1. Melarikan diri (dengan tetap taat
kepada ajaran agama) dengan cara memisahkan diri dari kaum musyrikin karena
takut terjadi fitnah terhadap agamanya. Inilah yang dimaksud hijrah dari negeri
kafir menuju negeri Islam atau negeri yang aman, bagi yang mampu. Nabi
shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
أَنَا
بَرِيْءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيْمُ بَيْنَ أَظْهَرِ الْمُشْرِكِيْنَ لاَ
تَرَاءِى نَارَهُمَا
"Aku
berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal (bermukim) di tengah-tengah kaum
musyrikin. Jangan sampai api keduanya saling terlihat satu sama lain."
(HR. Abu Dawud)
Al Bukhari
telah meriwayatkan dari Atho' bin Abi Robah, beliau berkata, "Aku pernah
mengunjungi Aisyah bersama Ubaid bin Umair Al Laitsi, lalu kami bertanya kepada
beliau tentang hijrah, maka beliaupun menjawab,
لاَ هِجْرَةَ
الْيَوْمَ، كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ يَفِرُّ أَحَدُهُمْ بِدِيْنِهِ إِلىَ اللهِ
تَعَالىَ وَإِلىَ رَسُوْلِهِ صَلىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُخَافَةً أَنْ
يُفْتِنَ عَلَيْهِ، فَأَمَّا الْيَوْمَ فَقَدْ أَظْهَرَ اللهُ اْلإِسْلاَمَ،
وَالْيَوْمَ يَعْبُدُ رَبَّهُ حَيْثُ شَاءَ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَةٌ
"Tidak
ada hijrah hari ini, dahulu orang-orang mukmin, salah satu dari mereka
melarikan diri dengan agamanya menuju Allah dan RasulNya karena takut terjadi
fitnah terhadap agamanya. Adapun hari ini Allah telah memenangkan Islam dan
tiap-tiap orang dapat beribadah kepada Allah sekehendaknya. Tetapi yang ada
sekarang adalah jihad dan niat." (HR. Bukhari)
Menurut
saya, hijrah yang dinafikan Aisyah ra. adalah hijrah dari darul Islam (dengan
kata beliau "tidak ada hijrah hari ini") sedangkan mereka saat itu
berada di darul Islam. Kemudian beliau menetapkan sebab hijrah yaitu melarikan
diri dengan agamanya karena takut terjadi fitnah.
2. Hijrah itu sebagai muqaddimah jihad
fi sabilillah
Sebagaimana
hadits Al Harits Al Asy'ari tadi, (Dan Allah memerintahkan kalian dengan lima
perkara sebagaimana Allah telah memerintahkan aku dengan lima perkaran itu,
yaitu berjamaah, mendengar, taat, hijrah dan jihad), beliau menjadikan hijrah
sebagai muqaddimah (hal yang mendahului) dan berkaitan dengan jihad (yang ada
pada urutan berikutnya).
Allah
berfirman,
ثُمَّ إِنَّ
رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا فُتِنُوا ثُمَّ جَاهَدُوا
وَصَبَرُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
"Kemudian,
sesungguhnya Tuhanmu terhadap orang-orang yang hijrah setelah tertimpa fitnah
(ujian) lalu mereka berjihad dan bersabar, maka sesungguhnya Dia benar-benar
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (setelah itu)." (Qs. An Nahl : 110)
Hijrah
setelah tertimpa fitnah atau ujian bukan merupakan tempat terakhir dari suatu
pelarian, tetapi hijrah itu semata-mata menjadi muqaddimah bagi kelangsungan
jihad dan bersabar, yang merupakan marhalah setelahnya.
Nabi
shalallahu 'alaihi wasallam bersabda'
لاَ
تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ مَادَامَ الْعَدُوُ يُقَاتَلُ
"Hijrah
tidak pernah terputus selama musuh masih diperangi." (HR. Ahmad,
dishahihkan Al Albani di Irwaul Ghalil 5/33)
Jihad fisabilillah akan tetap berlangsung sampai kaum muslimin memerangi Al Masih
Dajjal, bersama Isa bin Maryam. Inilah akhir jihad fi sabilillah sebagaimana
dalil-dalil yang menetapkannya.
Hijrah
sebagai muqaddimah jihad itu memiliki dua tujuan,
a. Membantu kaum muslimin di negeri
lain yang sedang melaksanakan jihad.
b. Mengambil I'dad dan menghimpun
bantuan (personal) di negeri lain agar dapat berjihad ketika pulang dari
negerinya.
Tentang
hukum hijrah Ibnu Qudamah berkata, "(Pasal tentang hijrah), hijrah adalah
keluar dari darul kufri menuju darul Islam.
Allah
berfirman,
إِنَّ
الَّذِينَ تَوَفَّاهُمْ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ
قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ
اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا
"Sesungguhnya
orang-orang yang telah diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan mereka menzhalimi
diri mereka sendiri, malaikat bertanya,"Dalam keadaan bagaimana kalian
ini?" Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri
(Makkah)". Para malaikat bertanya, "Bukankah bumi Allah itu luas,
sehingga kalian bisa berhijrah di negeri itu?" (Qs. An Nisa : 97)
Nabi
shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
أَنَا
بَرِيْءٌ مِنْ مُسْلِمٍ بَيْنَ مُشْرِكِيْنَ لاَتَرَاءَا نَارَاهُمَا
"Aku berlepas
diri dari seorang muslim yang ada di antara orang-orang musyrik. Jangan sampai
api keduanya saling terlihat satu sama lain." (HR. Abu Dawud)
Hadits ini
bermakna, jangan sampai seorang muslim itu berada di suatu tempat yang ia dapat
melihat api orang-orang musyrik dan mereka melihat apinya, apabila api itu
dinyalakan (karena kedekatan jarak keduanya). Hadits-hadits semisal ini banyak
sekali.
Hukum hijrah
tetap berlaku hingga hari kiamat sebagaimana pendapat umumnya ahli ilmu.
Sebagian orang mengatakan hijrah telah terhenti dengan sabda Nabi shalallahu
'alaihi wasallam, "Tidak ada hijrah setelah penaklukan."
Beliau juga
bersabda,
قَدْ
اِنْقَطَعَتِ الْهِجْرَةُ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَةٌ
"Hijrah
telah terputus, tetapi yang tersisa adalah jihad dan niat."
Telah
diriwayatkan bahwa Sofwan bin Umayah tatkala ia masuk Islam dikatakan kepada
beliau,
"Tidak
ada ketaatan bagi orang yang belum hijrah." maka beliau datang ke Madinah.
Nabi shalallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepadanya, "Berita apa yang
kamu bawa wahai Abu Wahab?" Ia menjawab, "Sesungguhnya tidak ada
ketaatan bagi orang yang belum berhijrah." Nabi shalallahu 'alaihi
wasallam berkata, "Wahai Abu Wahab kembalilah ke bumi Mekah dan tetap
tinggallah kalian di rumah-rumah kalian. Hijrah telah terputus tetapi yang ada
jihad dan niat."
Semua
hadits-hadits tadi diriwayatkan oleh Sa'id.
Terdapat
hadits yang diriwayatkan oleh Mu'awiyah, beliau berkata, "Aku mendengar
Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Hijrah tidak pernah terputus
sampai pintu taubat tertutup dan pintu taubat tidak tertutup hingga matahari
terbit dari arah barat. (HR. Abu Dawud)
Dan beliau
telah meriwayatkan dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,
لاَ
تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ مَا كَانَ الْجِهَادُ
"Hijrah
tidak pernah terhenti selama jihad masih ada."
Diriwayatkan
oleh Sa'id dan selain beliau disertai penyebutan ayat-ayat dan hadits-hadits
yang menunjukkannya serta telah terbukti kesesuaiannya di sepanjang zaman.
Adapun
maksud dari hadits yang pertama adalah tidak ada hijrah setelah penaklukan dari
suatu negeri yang telah ditaklukkan oleh umat Islam.
Sabda beliau
shalallahu 'alaihi wasallam kepada Sofwan bahwa hijrah telah terputus, yaitu
hijrah dari Mekkah, karena hijrah itu artinya keluar dari negeri kafir, maka jika
negeri itu akan ditaklukkan berarti negeri kafir telah hilang sehingga tidak
perlu hijrah dari tempat itu.
Demikianlah
bila setiap negeri telah ditaklukkan maka tidak ada hijrah dari tempat itu,
namun justru berhijrah ke tempat itu telah dipastikan penaklukkannya.
Terkait
dengan hijrah manusia terbagi menjadi tiga:
Pertama : Orang yang diwajibkan berhijrah
yaitu orang-orang mampu melakukannya, tidak memungkinkan baginya untuk
menampakkan agamanya, dan tidak memungkinkan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban
agamanya disertai keberadaannya di antara orang-orang kafir, maka orang ini
wajib berhijrah.
Allah Ta'ala
berfirman,
إِنَّ
الَّذِينَ تَوَفَّاهُمْ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ
قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ
اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُوْلَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ
وَسَاءَتْ مَصِيرًا
"Sesungguhnya
orang-orang yang telah diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan menganiaya diri
mereka sendiri. Para malaikat berkata, "Dimanakah kalian berada?"
Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang yang tertindas di muka
bumi," Malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas sehingga
kalian bisa hijrah kepadanya!" Mereka itulah orang-orang yang tempat
kembali mereka neraka jahannam. Dan neraka jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali." (Qs. An Nisa : 98 – 99)
Ini
merupakan ancaman yang keras yang menunjukkan perintah wajib hijrah. Dan karena
melaksanakan kewajiban agama itu hanya diwajibkan bagi orang yang mampu
melaksanakannya.
Dan hijrah
itu merupakan kewajiban yang sangat penting dan sebagai penyempurnanya. Maka
kewajiban apa saja yang tidak bisa sempurna dengan sesuatu itu menjadi wajib.
Kedua : Orang yang tidak diwajibkan
berhijrah, yaitu orang yang lemah, tidak mampu melakukannya baik karena sakit
atau dipaksa untuk tetap menetap, atau karena fisiknya lemah seperti wanita,
anak-anak dan orang-orang yang semisal dengan mereka. Orang-orang seperti ini
tidak diwajibkan hijrah.
Allah Ta'ala
berfirman,
إِلا
الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لا
يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلا يَهْتَدُونَ سَبِيلا فَأُوْلَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ
يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا
"Kecuali
mereka yang tertindas baik laki – laki maupun wanita ataupun anak – anak yang
tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah. Mereka itu,
mudah – mudahan Allah memaafkan mereka. Dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun." (Qs. An Nisa 98 – 99)
Ayat ini
tidak menerangkan hukun mustahab (sunah) untuk hijrah karena orang – orang yang
disebutkan dalam ayat ini memang tidak mampu melakukannya.
Ketiga: Orang yang dianjurkan (disunahkan)
berhijrah tetapi tidak diwajibkan. Yaitu orang – orang yang mampu melakukan
hijrah tetapi dia bisa menampakkan agamanya dan melaksanakan kewajiban –
kewajiban agamanya meski berada di negeri kafir. Maka orang – orang seperti ini
dianjurkan untuk berhijrah agar dapat melakukan jihad dan memperbanyak jumlah
kaum muslimin serta memberi bantuan kepada mereka. Selain itu ia juga dapat
membebaskan diri dari ; memperbanyak jumlah orang – orang kafir, pergaulan
dengan merka serta melihat kemungkaran yang terjadi diantara mereka. Dan tidak
wajib atasnya untuk hijrah karena ia bisa melakukan kewajiban – kewajiban
agamanya tanpa hijrah.
Dahulu,
paman Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, Abbas, bermukim di Mekah sementara
beliau sudah masuk Islam. Dan kami telah meriwayatkan bahwa Nu'aim An Nuham
tatkala hendak berhijrah ia didatangi kaum Bani Adi. Mereka berkata kepadanya,
"Engkau harus tetap tinggal bersama kami dan engkau tetap bisa di atas
agamamu. Kami akan melindungimu dari orang – orang yang hendak menyakitimu.
Cukupilah kebutuhan kami sebagaimana dahulu engkau mencukupi kami."
Dahulu
beliau mengurusi anak – anak yatim Bani Adi dan janda – janda mereka. Sehingga
beliau tertinggal dari hijrah beberapa waktu kemudian beliau berhijrah.
Maka Nabi
bersabda kepada beliau: "Kaummu itu lebih baik bagimu dari pada kaumku
terhadapku. Kaumku telah mengusirku dan menolak membunuhku, sedangkan kaummu
mereka telah menjagamu dan melindungimu."
Beliau
berkata kepada Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, "Ya Rosululloh, tetapi
kaummu mengusirmu menuju ketaatan kepada Allah dan berjihad melawan musuh
sedangkan kaumku melemahkan semangatku untuk hijrah dan taat kepada Allah. Atau
semisal dengan ucapan itu."(Al Mughni wasy Syarh Al Kabir, 10/5 1- 515)
Dinukil dari
kitab al 'Umdah fie I'dadil 'Uddah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar